Sebelum Pewarna Karmin, PWNU Jawa Timur Haramkan Uang Kripto

Sebelum Pewarna Karmin, PWNU Jawa Timur Haramkan Uang Kripto

PWNI Jawa Timur tahun 2021 mengharamkan kripto --

SUMEKS.CO – FATWA haram produk mengandung karmin bukanlah fatwa pertama yang dikeluarkan PWNU Jawa Timur. Tahun 2021,  Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan haram penggunaan mata uang kripto (cryptocurrency). Dikutif medcom.id

Keputusan itu merupakan hasil dari pertemuan Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Jawa Timur.

Muhammad Anas, Sekretaris LBM NU Jatim, menjelaskan isu cryptocurrency dievaluasi melalui sudut pandang Sil’ah atau Mabi’ dalam hukum Islam atau fikih.

Sil’ah atau Mabi’ adalah barang atau komoditas yang dapat diperdagangkan melalui perjanjian jual beli. Oleh karena itu, barang atau komoditas tersebut dapat diperdagangkan sesuai dengan akad yang sah.

Konsep ini dijelaskan dalam kitab Mu’jam Lughati al-Fuqaha, Juz 2, Halaman 401: al-mabi’: as-sil’atu allatii jaraa ‘alaihaa ‘aqdu al-bai’i (Mabi’ adalah komoditas yang bisa menerima berlakunya akad jual beli).

BACA JUGA:Peru Jadi Negara Penghasil Karmin Terbesar di Dunia, di Amerika Digunakan untuk Pewarna Kain, di Indonesia?

Anas juga menjelaskan bahwa dalam hukum Islam, terdapat tujuh syarat yang harus dipenuhi oleh barang atau komoditas agar dapat diperjualbelikan:

1. Barang harus suci (fisiknya dapat dibuktikan suci atau tidak).

2. Pembeli harus dapat memanfaatkan barang tersebut secara syariah dengan pemanfaatan yang sesuai dengan nilai hartanya.

3. Barang tersebut dapat diserahkan secara materi dan sesuai dengan hukum syariah.

4. Pihak yang terlibat dalam akad memiliki kontrol atas pelaksanaan akad.

BACA JUGA:AWAS Jangan Tertipu, Jenis Produk ini Mengandung Karmin

5. Pihak harus mengenali barang secara fisik atau karakteristiknya.

6. Barang tersebut harus bebas dari riba.

7. Barang tersebut harus aman dari kerusakan sampai mencapai tangan pembeli.

Anas mengungkapkan bahwa cryptocurrency tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Katib Syuriah PWNU Jatim. 

Sebelum heboh kontroversi pewarna Karmin, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuqi Mustamar, ternyata juga pernah mengeluarkan fatwa haram tentang ekspor pasir pantai dan petasan.

BACA JUGA: WADUH! Youtuber Ini Ungkap Pewarna Karmin Juga Terdapat Pada Produk Susu UHT dan Coklat

Media sosial kini tengah gencar membahas sosok KH Marzuqi Mustamar, Ketua PWNU Jawa timur, yang beberapa waktu lalu secara tegas mengeluarkan fatwa haram tentang pewarna Karmin.

Ya, dikalangan masyarakat khususnya pengikut Nahdliyin tentu tak asing lagi mendengar nama KH Marzuqi Mustamar.

Pasalnya, jauh sebelum mengeluarkan fatwa haram tentang pewarna Karmin, KH Marzuqi Mustamar ternyata memang dikenal tegas dalam menentukan perkara hukum syariat Islam.

BACA JUGA:KH Marzuqi Mustamar, Ketua PWNU Jatim yang Beri Fatwa Haram Pewarna Karmin, Ternyata Punya Segudang Ilmu

Dilansir dari berbagai sumber, KH Marzuqi Mustamar tak hanya mengharamkan pewarna Karmin. Namun, beberapa tahun sebelumnya juga pernah memberikan fatwa haram tentang ekspor pasir pantai dan petasan.

Bahkan, mengenai petasan PWNU Jawa Timur sudah sejak empat tahun silam mengharamkannya.

"Hukumnya sudah bersifat mubazir (sia-sia) yang tidak ada nilai pahalanya sama sekali. Hal itu sama halnya dengan membakar uang dan menghilangkan nyawa manusia. Oleh sebab itu kita haramkan," tegasnya. 

Tak sampai disitu, PWNU Jawa Timur turut mengeluarkan fatwa haram tentang eskpor pasir pantai, karena membahayakan lingkungan dan kurang memberikan manfaat bagi negara.

BACA JUGA:Tak Hanya Yogurt dan Yakult, KH Marzuqi Mustamar Ternyata Juga Haramkan Es Krim untuk Dikonsumsi

KH Marzuki Mustamar Ketua PWNU Jatim mengatakan, sudah seharusnya negara membuat kebijakan yang tidak merugikan khalayak umum dan menguntungkan pihak tertentu.

"PWNU mengharamkan ekspor pasir laut karena merugikan negara, merusak membahayakan lingkungan, dan merugikan masyarakat sekitarnya. Apalagi nggak banyak memberi peruntungan kepada negara," kata KH Marzuki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: