Era Pembuktian Unsur Merugikan Perekonomian Negara dalam Delik Korupsi

Era Pembuktian Unsur Merugikan Perekonomian Negara dalam Delik Korupsi

Praktisi Hukum Jakarta Muh Asri Irwan SH MH--

BACA JUGA:Etika Terhadap Alam Lingkungan Wujud Keimanan Manusia

Sepanjang pengetahuan penulis, putusan terkait unsur merugikan perekonomian negara terdapat referensi sebagaimana pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1164K/Pid/1985 tanggal 31 Oktober 1986 dalam perkara Toni Gozal alias Go Tiong Kien.

Dimana Majelis Hakim menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa yang membangun tanpa hak/tanpa izin yang berwajib di wilayah perairan milik negara sehingga akibat dari perbuatannya negara tidak dapat memanfaatkan dan mempergunakan sebagian wilayah perairan Ujung Pandang(saat ini Makassar) untuk kepentingan umum adalah perbuatan yang merugikan perekonomian negara. 

Adapun pertimbangan Hukum Mahkamah Agung a quo menyebutkan bahwa:

“perbuatan terdakwa tersebut adalah melawan hukum, karena ia membangun diatasnya tanpa hak/tanpa izin yang berwajib sebagai akibat dari perbuatannya tersebut sebagian dari wilayah perairan pelabuhan Ujung Pandang tidak dapat digunakan lagi untuk kepentingan umum. Bahwa wilayah perairan tersebut adalah milik negara, sehingga penggunaan daripadanya oleh terdakwa jelas merugikan perekonomian negara”.

BACA JUGA: Integrasi Budaya Lokal dalam Pembelajaran Melalui Pendekatan Etnopedagogik Berbasis ICT

BACA JUGA:Menakar Sensitivitas Kaum Hedonis Baru

Pada awal tahun 2018, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Nur Alam (NA), Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara yang telah melakukan penyalahgunaan

wewenang dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel kepada PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB) di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara. 

Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum KPK mengakumulasi kerugian yang diderita oleh negara akibat perbuatan NA dengan total Rp 4,2 triliun yang terdiri atas kerugian keuangan negara secara materiil yang telah dibuktikan dengan audit investigatif dari BPKP sebesar Rp1,5 triliun diakumulasi dengan kerugian non-materiil yaitu kerugian ekonomi lingkungan yang terdiri dari aspek ekologis, ekonomis, dan biaya rehabilitasi lingkungan dengan total 2,7 Triliun.

Beranjak dari kasus ini, seakan kita diingatkan bahwa unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi tidak hanya sebatas kerugian keuangan saja, tetapi juga kerugian perekonomian negara yang pada kasus ini jaksa penuntut umum memasukkan perhitungan kerugian lingkungan bahkan hingga biaya pemulihan kerusakan tersebut. 

BACA JUGA:Status Wartawan Utama

BACA JUGA:Mirip Struktur Gambut, Hari Ini Pemadaman Api di Gunung TPA Sukawinatan Dibantu Water Bombing

Penghitungan kerugian ekonomi lingkungan ini dilakukan oleh ahli kerusakan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). 

Mengingat dampak yang juga luar biasa dari kerugian perekonomian negara, penegak hukum haruslah mulai memaknai kerugian negara tidak sekedar sebagai kerugian keuangan negara saja tapi juga kerugian perekonomian negara sebagai perwujudan semangat negara untuk memberantas korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: