Kasus Korupsi Pasar Cinde, Kejati Periksa Mantan Kabiro Hukum Setda Sumsel Ardani

PALEMBANG, SUMEKS.CO - Penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek revitalisasi Pasar Cinde Palembang terus bergulir. 

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) secara intensif melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi penting, termasuk para mantan pejabat Pemerintah Provinsi Sumsel.

Terbaru, Rabu 30 April 2025, mantan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Sumsel yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Ogan Ilir, Ardani, turut dipanggil oleh penyidik Kejati Sumsel untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus yang tengah menyita perhatian publik tersebut.

Pantauan di lapangan menunjukkan Ardani keluar dari gedung Kejati Sumsel sekitar pukul 15.10 WIB. Saat diwawancarai awak media, Ardani memilih irit bicara. 

BACA JUGA:Mukti Sulaiman Ikut Terseret Penyidikan Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar Cinde Palembang

BACA JUGA:Alex Noerdin Ungkap Alasan di Balik Pembongkaran Pasar Cinde Palembang

Ia hanya membenarkan bahwa dirinya hadir memenuhi panggilan penyidik sejak pukul 11.00 WIB, dan menjawab sekitar tujuh hingga delapan pertanyaan dari tim penyidik.

"Saya hadir dari sekira pukul 11.00 WIB. Selebihnya silakan tanya ke penyidik," ujar Ardani singkat sambil meninggalkan lokasi pemeriksaan.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sumsel belum memberikan keterangan resmi mengenai substansi pemeriksaan Ardani dan sejauh mana keterkaitannya dalam proyek yang kini tengah diperiksa intensif oleh aparat penegak hukum tersebut.

Awal Mula Penyidikan

Penyidikan kasus korupsi Pasar Cinde ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proyek revitalisasi pasar legendaris yang berada di jantung Kota Palembang tersebut. 

BACA JUGA:Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Dikabarkan Turut Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Proyek Pasar Cinde

BACA JUGA:Mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin Dikabarkan Turut Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Proyek Pasar Cinde

Proyek yang seharusnya menjadi ikon modernisasi pasar tradisional ini justru disinyalir sarat dengan penyalahgunaan anggaran.

Sumber: