Era Pembuktian Unsur Merugikan Perekonomian Negara dalam Delik Korupsi
Praktisi Hukum Jakarta Muh Asri Irwan SH MH--
Pada tahun 2023 Kejaksaan Agung mendakwa perkara Bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi (SD) korupsi yang merugikan perekonomian negara. SD terbukti merugikan perekonomian negara Rp39.751.177.000.527 atau Rp 39,7 triliun dalam kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Kerugian perekonomian tersebut timbul dari aktivitas sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di bawah naungan PT Duta Palma Group selain itu juga lantaran perusahaan PT Duta Palma Group tidak dilengkapi dengan izin sebagaimana ditentukan dalam perundang-undangan.
Pemaknaan konsep kerugian perekonomian negara menjadi sebuah permasalahan karena meskipun konsep perekonomian negara telah dijelaskan dalam Penjelasan Umum UU PTPK, hal tersebut masih dirasa belum aplikatif.
Dalam praktik penegakan hukum tindak pidana korupsi, nyaris tidak ditemui putusan yang telah menyatakan seorang terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara.
Hal tersebut terjadi tidak terlepas dari adanya Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 yang mencabut kata “dapat” dan menjadikan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 delik materiil yang menunjukan kerugian keuangan
negara atau perekonomian negara haruslah kerugian yang nyata dan pasti (actual loss), sehingga di sisi lain menjadi hambatan dalam penerapan unsur merugikan perekonomian negara.
Dalam perkembangannya pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kasus yang terbukti dalam penerapan unsur perekonomian negara adalah kasus ekspor tekstil oleh PT.
Peter Garmindo Prima dan PT. Flemings Indo Batam atas nama Terdakwa Drs . Ir dengan Putusan MA Nomor 4952 K/Pid.sus/2021 tanggal 8 Desember 2021, dimana dalam pertimbangannya menyatakan bahwa akibat terjadinya penyalahgunaan ijin impor maka terjadi lonjakan jumlah impor barang yang masuk dan berpotensi merugikan produk tekstil dalam negeri serta menyebabkan penutupan sejumlah pabrik tekstil dan UMKM dan berdampak pula terjadinya pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Selain itu, akibat penurunan produksi dalam negeri, terdapat pula pangsa pasar domestik mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap industri perbankan yang telah memberikan kredit terhadap pabrik-pabrik tekstil yang tutup dan tidak mampu membayar cicilan.
Hal ini juga sangat bertentangan dengan kebijakan ekonomi mikro dalam rangka melindungi daya saing industri tekstil dalam negeri terhadap tekstil impor.
Beberapa case inilah yang kemudian menjadi pertimbangan perlunya penerapan unsur kerugian perekonomian negara dalam kasus-kasus tertentu yang ditangani oleh aparat penegak hukum.
Terkini penulis mengamati ada beberapa case ditangani oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan ekspor-impor, penguasaan lahan negara secara ilegal yang berdampak langsung dengan kepentingan masyarakat luas.
Harapan penulis, kiranya penerapan unsur perekonomian negara diterapkan secara konsisten, karena sudah barang tentu akan menjadi momok yang menakutkan bagi para koruptor yaitu memiskinkan koruptor dengan tindakan-tindakan yang agresif seperti melakukan berbagai penyitaan aset pribadi maupun korporasi, aset yang terafiliasi dengan pelaku dan korporasi termasuk keluarga, bahkan tindakan lebih ekstrim yaitu memblokir semua rekening pelaku dan yang terafiliasi dengan pelaku tindak pidana.
Selamat datang era pembuktian kerugian perekonomian negara.
Penulis: Muhammad Asri Irwan SH MH (Praktisi Hukum di Jakarta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: