Sumsel Hadapi Transisi Cuaca Ekstrem
Ilustrasi cuaca di Palembang. foto: edy handoko sumeks.co--
PALEMBANG, SUMEKS.CO - Provinsi Sumsel bakal mengalami transisi cuaca ekstrem curah hujan yang meningkat pada periode September-Oktober. Hal ini disampaikan Kepala Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumsel.
"Pada September-Oktober ini akan terjadi transisi cuaca ekstrem akan meningkat," kata Wandayantolis, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Sumsel usai audiensi bersama Gubernur Sumsel H Herman Deru, di Kantor Pemorov Sumsel, Jumat 23 September 2022.
Wandayantolis menjelaskan, puncak curah hujan tertinggi nanti berada pada periode November-Desember. Kendati, sebenarnya pada saat ini sudah memasuki musim hujan. Namun, masih diselingi dengan hari tanpa hujan 5-6 hari.
"Puncak curah hujannya ini berada pada November-Desember," jelasnya.
BACA JUGA:Cuaca Buruk, Peswat Lion Air Gagal Mendarat
Meski sudah memasuki musim penghujan lanjut Wandayantolis, Provinsi Sumsel masih berpotensi mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dibeberapa daerah khususnya yang memang menjadi titik rawannya hot spot api seperti di daerah Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin (Muba), Banyuasin, dan daerah lainnya.
"Menariknya, meski sudah mesmasuki musim penghujan potensi Karhutla masih ada," terangnya.
Lebih lanjut, Wandayantolis mengatakan cuaca ekstrem dan tingginya curah hujan ini akan berampak besar di sektor transportasi, pertanian, dan kesehatan. Jika dilihat dari sisi transportasi, musim hujan ini akan menyebabkan tanah longsor dan banjir. Sedangkan, untuk sektor kesehatan akan banyaknya wabah penyakit dan yang terakhir akan berpengaruh pada sektor pertanian yakni masyarakat akan banyak mengalami gagal panen karena terendam banjir.
"Setidaknya kita dapat meminimalisir dampak yang terjadi, dan masyarakat diimbau untuk mewaspadai jalan yang berpotensi mengalami tanah longsor dan banjir," imbuhnya.
BACA JUGA:Cuaca Ekstrem, JCH Diimbau Membawa Sandal Khusus
Cuaca ekstrem yang terjadi ini sambung Wandayantolis dikarenakan terjadi lalina. Namun, tahun ini berbeda dengan sebelumnya karena anomali curah hujan yang tinggi. Pada tahun sebelumnya, masih terdapat musim kemarau meski jaraknya pendek. Tapi, ditahun ini hampir 30 persennya tidak mengalami kemarau.
"Sepanjang tahun ini dan memasuki musim hujan hampir tidak mengalami kemarau," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: