Putusan MA Terkait Batas Wilayah Muba dan Muratara Bertentangan dengan UU

Putusan MA Terkait Batas Wilayah Muba dan Muratara Bertentangan dengan UU

Diskusi Publik tentang putusan MA terhadap tapal batas Kabupaten Muba dan Muratara, Rabu 16 Oktober 2024.-Foto:handa-

BACA JUGA:Fenomena Owner Brand Skincare Ramai Minta Maaf, Doktif: Tanggung Jawabnya Apa?

Dampaknya jauh lebih luas dan menghantam tata ekonomi serta tata sosial masyarakat. 

“Dalam dunia hukum, kita mengenal asas In dubio pro lege fori yang mengandung makna bahwa jika hukum dalam suatu perselisihan tidak jelas, maka hukum forum harus diterapkan atau sebuah prinsip yang semakin relevan di tengah kekacauan ini,” jelas Ibnu.

Masih di dalam forum yang sama, hal senada disampaikan oleh Guru Besar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Aidul Fitriciada Azhari..

Potensi Pelangggaran Kode Etik

BACA JUGA:Terlalu, Oknum Kades Tanjung Raya Lahat Gunakan Dana Desa untuk Judi hingga Mabuk-Mabukan di Tempat Karaoke

BACA JUGA:Dukung UMKM Muratara, Bank Sumsel Babel Hantarkan Binaannya Sukses Kembangkan Usaha Puding Kelapa DEGLA

Ia menilai, adanya adanya potensi pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) pada perkara Batas Wilayah Daerah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Murata, Sumatera Selatan.

Berkaitan dengan aspek kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH), Aidul Fitriciada menjelaskan terdapat asas res judicata pro veritate habetur, bahwa putusan hakim dianggap benar selama belum ada putusan lain yang membatalkan. 

“Pertimbangan yuridis dan substansi putusan hakim merupakan kemandirian hakim, sehingga tidak menjadi yurisdiksi dari KEPPH. Prinsip berdisiplin tinggi dan profesionalisme hanya dapat diperiksa oleh MA atau oleh MA dan KY atas usulan KY,” terang Aidul Fitriciada.

Terdapat pula potensi pelanggaran KEPPH pada perkara Batas Wilayah Daerah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Murata, Sumatera Selatan.

BACA JUGA:Sumur Minyak Ilegal di Keluang Muba Terbakar, Lahan Perkebunan Sawit Ikut Hangus, Banyak Korban Jiwa?

BACA JUGA:Aplikasi CleanSpark Scam dan Kabur, Ribuan Warga Sekayu Muba Heboh

Pertama Pertimbangan yuridis dan substansi putusan tidak dapat dijadikan objek pemeriksaan KEPPH, terdapat dua putusan dengan pemohon sama dan pertimbangan sama, tetapi amar putusannya berbeda.

Lebih lanjut dalam penilainnya Aidul Fitriciada menerangkan bahwa amar Putusan No. 71 P/HUM/2015 menunjukkan ada pelanggaran prinsip berdisiplin tinggi.

“ini sama menunjukkan ada pelanggaran prinsip berdisiplin tinggi dan prinsip profesionalisme karena seharusnya jika hanya dipertimbangkan secara formil dan tidak mempertimbangkan pokok perkara, maka seharusnya amar putusan adalah tidak diterima,” ungkap Aidul Fitriciada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: