Pesan KDM Usai PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon Ditolak Mahkamah Agung, Masih Ada Langkah Hukum Bisa Ditempuh
Pesan KDM usai PK 7 terpidana kasus vina cirebon ditolak mahkamah agung, masih ada langkah hukum bisa ditempuh. foto: KDM--
Tunangan Di Penjara
Rivaldi terpidana kasus Vina Cirebon 2016 dikabarka tunangan di penjara.
Netizen dibuat terkejut, soalnya upaya PK (peninjuaan kembali) atas hukuman seumur hidup Rivaldi dkk belum diputus di Mahkamah Agusng (MA).
Pengacara Titin SH di akun @ceizah93 menjelaskan bahwa pertunangan Rivaldi alias Ucil ini atas seizin Lapas, namun sayangnya hanya 10 orang yang diperbolehkan masuk ke ruangan acara itu.
Wanita yang dipinang Rivaldi ini kabarnya bernama Yuli, orang Kalimantan.
Ada yang menyebut pacar lamanya 8 tahun lalu, namun ternyata Yuli ini adalah orang yang baru dikenal Rivaldi. Mereka hanya kontek jarak jauh melalui ayah Rivaldi.
Keduanya sempat bertemu di Lapas Cirebon. Saat itu Yulis datang bersama ayah Ucil membesuk Rivaldi.
Selanjutnya Titin juga berusaha menjelaskan, mengapa Rivaldi sangat yakin menggelar acara tunangan ini, meski hukuman penjara seumur hidup masih harus dijalaninya.
Menurut Titin, Rivaldi dkk sangat yakin mereka akan bebas.
“Jangankan Rivaldi saya pengacaranya sangat yakin kalau mereka tidak bersalah, kasus Vina dan Eki ini murni adalah kecelakaan,” tegasnya.
Titin sangat yakin PK akan dikabulkan Mahakmah Agung. “Karena dari 2016 saya yakin kasus ini adalah kecelakaan lalulintas, karena ada rekayasa yang sangat kuat dalam kasus ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Kang Dedi Mulyadi (KDM) sesalkan Sudirman, terpidana kasus Vina Cirebon 2016 itu diborgol saat datang menjumpai jasad ibundanya.
Kang Dedi Mulyadi mengaku melihat banyak tayangan di berbagai platform media sosial Sudirman dikawal dengan tangan diborgol dan senjata laras panjang.
“Hati saya tersayat, jiwa saya terketuk, seorang manusia yang begitu lemah tanpa daya, jangankan melawan berlari pun dia tak mampu, mengapa perlakukannya seperti itu?,” sesal KDM.
Mungkin memang itu SOP-nya, lanjut Kang Dedi Mulyadi, namun SOP harus ada pertimbangan nalar kemanusiaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: