Gakkumdu Sumsel Beberkan Kasus Kades Tidak Netral di Ogan Ilir, Hingga Akhirnya Penyidikan Dihentikan

Gakkumdu Sumsel Beberkan Kasus Kades Tidak Netral di Ogan Ilir, Hingga Akhirnya Penyidikan Dihentikan

Gakkumdu Sumsel saat memberikan keterangan pers, terkait dihentikannya kasus oknum Kades di Kabupaten Ogan Ilir yang tidak netral. --

OGAN ILIR, SUMEKS.CO - Kasus oknum Kades di Kabupaten Ogan Ilir yang diduga tidak netral, memang saat ini masih menjadi perhatian publik. 

Terlebih saat Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Ogan Ilir, menyatakan kasus oknum Kades tidak netral ini akhirnya dihentikan

Supaya tidak menjadi tanda tanya dikalangan masyarakat, Sentra Gakkumdu Provinsi Sumatera Selatan pun akhirnya ikut angkat suara. 

Gakkumdu Sumsel pun memberikan penjelasan komprehensif, tentang dugaan pelanggaran Pemilu oleh oknum Kades di Kabupaten Ogan Ilir.

BACA JUGA:Kasus Kades Tak Netral di Ogan Ilir Dihentikan, Gakkumdu Rekomendasikan Sanksi ke Bupati

Dimana, oknum Kades di Kecamatan Rambang Kuang ini diduga menghimpun warga untuk memilih salah satu Caleg tertentu pada Pemilu tahun 2024.

Tim Sentra Gakkumdu Sumsel yang terdiri dari Bawaslu, Polda, dan Kejati, lalu menjelaskan dasar hukum dalam menindaklanjuti perkara tersebut.

Direktur Kriminal Umum Polda Sumsel, Kombes Pol Muhammad Anwar Reksowidjojo, memberikan penjelasan terkait Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Disebutkan Dirkrimum, pada pasal tersebut mengenai konsekuensi sanksi bagi setiap Kades atau perangkat pemerintahan lainnya, dengan sengaja membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu dalam masa kampanye.

BACA JUGA:Kasus Oknum Kades Tak Netral Dihentikan, Pengamat Politik: Ini Preseden Buruk

"Dari unsur pasal tersebut, Kades betul, ada. Kemudian dengan sengaja membuat keputusan. Dia (oknum Kades) bukan membuat keputusan. Kalau keputusan kan (mengharuskan) besok coblos si A, misalnya," jelasnya.

"Jika unsur pasal dalam suatu rangkaian perbuatan tidak terpenuhi, maka pasal tersebut tidak sempurna," lanjutnya.

Dirkrimum meneruskan, bahwa tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu pada masa kampanye, maka disebut dengan delik materil.

Delik materil, terangnya, adalah delik yang memiliki adanya akibat atau harus ada akibatnya. Sementara delik formil, tidak perlu ada akibat, seperti contohnya perkara pencurian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: