Buya Yahya Berikan Pesan Menyentuh Terkait Silang Pendapat MUI vs PWNU Jatim Terkait Pewarna Karmin
Buya Yahya, turut berkomentar terkait silang pendapat dua lembaga Islam di Indonesia terkait pewarna Karmin.--
BACA JUGA:Pewarna Karmin Pada Yogurt dan Yakult Jadi Perdebatan, Ternyata Begini Proses Pembuatannya?
Buya Yahya menyadari, bahwa suatu hal yang biasa jikalau terdapat perbedaan pendapat dari para ulama tentang berbagai hal.
"Jika kita membebaskan diri dari kepentingan, maka akan bisa mengeluarkan fatwa yang netral," katanya lagi.
Terkait pro kontra pemakaian karmin untuk pewarna makanan atau minuman, menurut Buya Yahya tentunya masing-masing memiliki alasan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, pastinya melakukan kajian tersendiri.
Berdasarkan mazhab Imam Syafi'i, jikalau bangkai dikumpulkan dengan sengaja, lalu dikonsumsi itu tidak boleh. Dalam hal ini Imam Syafi'i sangat ketat berpendapat.
BACA JUGA:Kontroversi Penggunaan Pewarna Karmin pada Makanan dan Minuman, Ini Pendapat Buya Yahya
"Mazhab Syafi'i, kalau sudah jadi bangkai ya bangkai. Dimaafkan di air, tapi tidak pada makanan," terangnya.
Ketika orang bermazhab Imam Syafi'i yang menyebutkan bahwa karmin adalah najis dan tidak boleh dimakan, itu sangat wajar.
Jika merujuk pada mazhab Imam Maliki, haruslah memperhatikan waktu mengambil hewan tersebut. Jikalau sengaja mengambilnya sebelum menjadi bangkai, maka itu bukan suatu yang haram.
"Jadi iramanya itu hewan itu sengaja dimatikan. Syaratnya hewan itu diambil saat masih hidup," tegasnya.
Supaya tidak ragu, Buya Yahya pun menyarankan masyarakat supaya memperhatikan komposisi bahan yang tidak menggunakan bahan dari Karmin.
"Supaya anda keluar dari perbedaan ini. Jadinya lebih aman," sarannya.
Dalam kesempatan tersebut, Buya Yahya juga mengingatkan kepada siapa pun untuk tidak menggempur perusahaan yang diduga menggunakan Karmin sebagai bahan makanan dan minuman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: