Dua Jenderal "Korban" Brigadir J
Listyo Sigit Prabowo. foto: antara--
Pemeriksaan Ferdy Sambo
Sementara itu, setelah Bharada E ditetapkan sebagai tersangka, kemarin giliran Ferdy Sambo yang diperiksa di Bareskrim. Namun, belum jelas apakah pemeriksaan tersebut terkait kasus dugaan pembunuhan berencana atau pelecehan seksual dan pengancaman.
Sambo tiba di Bareskrim pukul 09.59. Dia didampingi sejumlah ajudannya. Kendati nonaktif, Sambo datang dengan mengenakan seragam lengkap.
Sambo menuturkan bahwa kehadirannya memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan keempatnya. ”Sebelumnya, saya sudah memberikan keterangan ke penyidik Polres Jaksel, Polda Metro Jaya, dan kini Bareskrim,” ujarnya.
Suara Sambo terdengar setengah berteriak. Dia meminta maaf terhadap Polri terkait peristiwa di rumah dinasnya. ”Selaku ciptaan Tuhan, saya menyampaikan permohonan maaf kepada Polri,” ujarnya.
Dia juga memberikan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yosua. Diharapkan keluarga mendapat kekuatan. ”Semua itu terlepas dari apa yang dilakukan Saudara Yosua terhadap istri dan keluarga saya,” jelasnya.
Mantan Dirtipidum itu meminta semua pihak tidak membuat persepsi dan asumsi dalam peristiwa di rumah dinasnya. ”Saya juga minta doa agar istri pulih dari trauma dan anak-anak bisa melewati kondisi tersebut,” tuturnya, lalu masuk ke kantor Bareskrim.
Pemeriksaan terhadap Sambo berjalan cukup lama. Dia baru keluar dari Bareskrim pukul 17.10. Itu berarti Sambo diperiksa sekitar tujuh jam. Saat keluar, dia lebih irit bicara. ”Soal pemeriksaan tanya ke penyidik ya,” ujarnya sembari berjalan masuk ke mobilnya.
Selang satu menit kemudian, kuasa hukum Bharada E, Andreas Nahot Silitonga, mendatangi Bareskrim. Dia mengatakan, kliennya sudah ditetapkan sebagai tersangka saat masih diperiksa sebagai saksi. ”Penetapannya kan Rabu (4/8) malam,” ujarnya.
Padahal, Bharada E baru selesai diperiksa Kamis (5/8) pukul 01.02 dini hari. Kondisi tersebut membuat kuasa hukum mempertanyakan. ”Apakah penetapan tersangka tersebut mempertimbangkan keterangan Bharada E,” tuturnya.
Padahal, sudah sangat jelas bahwa Bharada E mengaku ditembak lebih dulu oleh Brigadir Yosua. Artinya, penembakan yang dilakukan Bharada E merupakan upaya membela diri. ”Kami menyayangkan penetapan tersangka ini,” terangnya.
Dia menuturkan bahwa Bharada E dijerat dengan pasal 55 dan pasal 56 KUHP. Dalam pasal tersebut diketahui adanya unsur penyertaan atau pelaku lainnya. Serta harus dengan niat yang sama. ’’Nah, padahal tembak-menembak ini satu lawan satu,” jelasnya. Dia mengaku bingung dengan konstruksi pasal yang menjerat kliennya. ”Siapa yang dimaksud. Ini murni satu lawan satu,” ulangnya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menegaskan, pencantuman pasal 55 dan 56 KUHP dalam perkara Yosua menyiratkan bahwa pelaku pembunuhan tidak hanya melibatkan Bharada E. Itu mengingat bunyi pasal 55 yang mengisyaratkan adanya perbuatan bersama-sama dalam suatu perbuatan tindak pidana.
Sedangkan pasal 56 mengisyaratkan bahwa pelaku, yakni Bharada E, bertindak sebagai pembantu kejahatan. Berarti ada unsur kesengajaan dalam pemberian bantuan itu. Dan kesengajaan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan. ”Artinya, ada orang lain yang seharusnya bertanggung jawab selain Bharada E,” kata Fickar kepada Jawa Pos.
Menurut Fickar, pencantuman pasal 55 dan 56 KUHP itu umumnya untuk membuat konstruksi dakwaan bahwa suatu perbuatan tindak pidana tidak ditanggung oleh satu orang. Ada orang lain yang bersama-sama, misalnya, berperan sebagai pihak yang menyuruh. ”Terkait siapa otak di antara pelaku nanti, itu yang akan digali JPU di pengadilan,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: