Budaya digital juga memperkuat tekanan sosial untuk terus eksis dan relevan.
BACA JUGA:Tren Journaling untuk Self-Healing: Cara Terhits Gen Z Kelola Emosi dengan Praktis
Media sosial bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga cermin eksistensi diri. Di platform seperti Instagram, TikTok, atau Twitter, ada dorongan untuk menunjukkan versi terbaik diri melalui unggahan yang menarik perhatian.
Hal ini menciptakan peer pressure yang membuat seseorang merasa harus selalu mengikuti tren, menghadiri acara tertentu, atau menunjukkan pencapaian agar dianggap "up-to-date".
Ekspektasi sosial dari lingkungan pertemanan atau komunitas online turut berperan memunculkan FOMO.
Di era digital, validasi sering kali datang dalam bentuk likes, komentar, atau jumlah pengikut, yang menjadi tolok ukur status sosial di dunia maya.
BACA JUGA:Tren Self-Care Ala Gen Z: Tips Sederhana dan Fleksibel Biar Mood Tetap Oke Seharian
BACA JUGA:All New Honda Scoopy 2024, Pilihan Ter-unyu untuk Gen Z, Harga Mulai Rp 20 Jutaan Saja
Pandangan sosial ini menciptakan tekanan tambahan, di mana seseorang merasa harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh lingkungannya.
Semua faktor ini membuat Gen Z lebih rentan mengalami FOMO, karena keterhubungan digital yang kuat justru memperbesar rasa takut akan kehilangan sesuatu yang dianggap penting.
Cara Mengatasi FOMO
Dikutip dari akun tiktok Ary Ginanjar Agustin sangat penting Gen Z mengenali tanda-tanda FOMO, seperti rasa cemas saat melihat unggahan tertentu di media sosial atau kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
BACA JUGA:Pilihan Sunscreen Terbaik untuk Gen Z Saat Running
BACA JUGA:TOP! 5 Sepatu Running Kekinian untuk Gen Z: Siap Tampil Keren di Musi Run Sumeks 2024
Perasaan tersebut adalah hal yang wajar namun bisa dikelola, langkah awal untuk mengatasinya menjadi lebih jelas.
Mengurangi paparan media sosial juga menjadi langkah efektif. Salah satu caranya adalah dengan mengatur waktu online, seperti melakukan digital detox atau menetapkan batasan screen time harian.