Status Wartawan Utama
Ilustrasi--
Tidak masuk struktur pengurus media, yang dapat terombang ambing urusan modal, keuntungan, dan kepentingan pembayar iklan.
BACA JUGA:Permudah Pekerja Dapatkan Jaminan Sosial, BPJS Ketenagakerjaan Kolaborasi dengan PT SRCIS
Saya kerap merenung, dengan kondisi faktual yang ada sekarang, kewibawaan Wartawan Utama agak atau malah semakin merosot.
Saya membayangkan Rosihan Anwar, Jakob Oetama, Sabam Siagian, mungkin sudah malu dengan kartu Utama yang mereka peroleh dari Dewan Pers karena status “kebegawanannya” yang diakui siapapun.
Soalnya ada banyak wartawan utama, bahkan penguji, yang menurut opini saya tidak pantas menyandang status itu kalau profesi wartawan tidak hanya dikaitkan dengan kompetensi teknis jurnalistik.
Wartawan haruslah manusia utuh, yang selain profesional dalam bekerja, juga memiliki standar moral pribadi yang mumpuni.
BACA JUGA:Kacau! Usai Bela Panji Gumilang, Habib Kribo Sebut Allah SWT Tak Bisa Ciptakan Manusia Jika
Menurut pendapat saya perlu ada koreksi atau penambahan di dalam mata uji kompetensi kelompok Utama ini sehingga minimal lulusannya lebih memahami posisi vitalnya, meski di beberapa media, Pemimpin Redaksi kedudukannya di bawah General Manager.
Kalau perbaikan di level Dewan Pers sulit karena membutuhkan waktu panjang, lembaga uji bisa melakukannya sendiri-sendiri.
Mari kita diskusikan, masihkah pantas jadi Wartawan Utama, padahal dia kerap melakukan KDRT? Diberhentikan dari perusahaannya karena melanggar aturan terkait moral, keuangan atau korupsi? Tertangkap melakukan perzinahan? Tertangkap menjadi petugas partai atau kelompok yang menjadikan dia tidak independen?
Perbaikan tentu harus bersifat holistik. Setelah kurikulum, tentu proses penyaringan penguji. Idealnya, media yang baik akan memiliki wartawan yang baik, tetapi sulit diterapkan dan tidak adil.
Paling bagus adalah asesmen dengan lembaga yang kredibel. Hasilnya pasti objektif. Tetapi sebelum diikutkan dalam Training of Trainer (ToT), harus diumumkan ke seluruh anggota organisasi katakan dalam masa tenggang 2 minggu, untuk mendapat masukan. Siapa tahu dia berstatus tersangka, atau kawin lagi tanpa izin, atau punya anak haram.
Banyak saringan memang ruwet, tetapi akan lebih baik ketimbang diloloskan hanya karena dekat dengan orang penting di organisasi.
Sekaligus menunjukkan keterbukaan, kejujuran, dalam proses seleksi sehingga lembaga ujinya menjadi kredibel. Apalagi ditambah dengan Pakta Integritas dan Kode Etik Penguji yang ditandatangani setelah memenuhi semua syarat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: