Status Wartawan Utama

Status Wartawan Utama

Ilustrasi--

Catatan Hendry Ch Bangun

SUMEKS.CO - Berkunjung ke sebuah daerah untuk kegiatan pers, suatu kali saya didatangi seorang. Dengan wajah sumringah dia menyapa saya, “Saya sudah sah  menjadi wartawan Utama, Bang.

Ini baru keluar kartunya,” lalu menunjukkan kartu kompetensi Utama, berlambangkan organisasi pers dan Dewan Pers.

“Bagus. Bagus. Ingat, tanggung jawab Wartawan Utama besar lho.” “Siap Bang.

Terima kasih ya. Saya sekarang sudah bisa menjadi Pemred.”

BACA JUGA:2.400 Warga Antusias Ikuti Pengobatan Gratis di Klinik Sehati Pusri

Menengok ke belakang, perasaan saya campur aduk. Status sebagai Wartawan Utama, ketika Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan dikeluarkan pada tahun 2010, masih dipandang sebelah mata oleh banyak pengurus media, khususnya media “besar”, mainstream. 

Padahal di sana sudah diatur bahwa Pemimpin Redaksi dan Penanggung Jawab Media sudah disebutkan wajib memiliki sertifikat kompetensi utama karena besarnya tanggung jawab di pundaknya.

Dalam perkembangan upaya mendapatkan sertifikat Utama ini menjadi hangat ketika status terverifikasi media dikeluarkan Dewan Pers, ditandai dengan penyerahan sertifikat pada Hari Pers Nasional di Ambon, Maluku, tahun 2017.

Status Terverifikasi media, Administrasi atau Faktual, memerlukan syarat bahwa Pemimpin Redaksi dan Penanggung Jawab harus Utama.

BACA JUGA:Kualitas Udara Buruk, ISPA Di Kota Palembang Sudah Mencapai 3.945 Kasus

Dan sering status itu dijadikan pembatas oleh lembaga pemerintahan di daerah media yang dapat melakukan kemitraan pemberitaan alias bekerja sama soal iklan.

Kebutuhan pasar ini lalu membuat banyak yang dengan berbagai upaya mengikuti uji kompetensi utama, yang sampai dengan tahun 2019 masih bebas memilih ikut ujian kelompok muda, madya, atau utama, asal sesuai dengan jabatannya di media.

Seleksi ada di tangan lembaga uji, yang jumlahnya belasan sesuai dengan asesmen yang dibuat Dewan Pers. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: