“Permasalahannya dimana?,
Masyarakat itu butuh makan,” ucap Rachmad dan pihak KSOP Palembang, SKK Migas, dan Pertamina Hulu.
BACA JUGA:Kapolres Muratara Kembali Berikan Ultimatum Tegas Bagi Penyuling Minyak Ilegal yang Masih Beroperasi
Masyarakat yang mengambil minyak dari perut bumi (illegal drilling), sebenarnya kalau jualnya ke PT Petro Muba, minyaknya itu akan masuk ke PT Pertamina juga.
“Tapi ada disparitas harga yag cukup tinggi di sini. Pertamina beli dari Petro Muba, hanya 70 persen dari ICP (Indonesian Crude Price). Sekitar Rp4.250 per liter,” terangnya.
Sedangkan Petro Muba beli dari masyarakat yang ngebor minyak, 82 persen dari harga yang dibayarkan Pertamina.
“Jadi sekitar Rp3.050 per liter,” ulas Rachmad.
Sementara jika masyarakat pengebor jual ke tempat penyulingan ilegal (illegal refinery) per drum 200 liter seharga Rp1,2 juta.
“Jadi per liternya Rp6.000,” ungkapnya.
Dengan adanya selisih Rp2.950 liter dari harga beli Petro Muba, maka masyarakat pengebor lebih menjual minyaknya ke masyarakat penyulingan.
“Jadi jual ke tempat masakan,” katanya.
Rachmad menyebut sudah menyampaikan ke pimpinan SKK Migas, supaya ngobrol dengan Kementerian ESDM dan Pertamina.
“Harganya itu disesuaikan,” sarannya.
Ketika Polri melakukan penertiban terhadap masyarakat penyulingan minyak ilegal, maka masyarakat pengebor juga dapat harga yang lebih baik dari Petro Muba.