Lili Mundur dari KPK, MAKI Desak Proses Pidana Tetap Dilanjutkan
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Ricardo/JPNN.com--
JAKARTA - Masyarakat Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak proses pidana gratifikasi Lili Pintauli Siregar tetap dilanjutkan pasca pengunduran dirinya sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui Lili mengundurkan diri setelah muncul adanya dugaan pelanggaran kode etik terkait pemberian fasilitas akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).
BACA JUGA:Akhirnya Lili Pintauli Siregar Penuhi Panggilan Dewas KPK
"KPK seharusnya tetap mendalami terkait dugaan pidana gratifikasi atau suap, karena keduanya merupakan hal yang terpisah," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin 11 Juli 2022.
Boyamin mengatakan jika sidang etik terus dilanjutkan dan Lili diberikan sanksi berat, maka diminta mengundurkan diri.
"Soal pengunduran diri ini terkait dengan kode etik, karena kode etik itu kalau dinyatakan pelanggaran berat, sanksi yang berat adalah pengunduran diri. Maka ia diminta untuk mengundurkan diri," ujarnya.
BACA JUGA:Wakil Ketua KPK ini Dikabarkan Mundur
MAKI menilai, dengan mundurnya Lili sebagai wakil ketua KPK adalah sebagai bentuk rasa bersalahnya.
"Sekarang sudah mengundurkan diri karena dia diduga merasa bersalah, maka dia mengundurkan diri karena ini sudah kasus yang kedua, itu urusannya dewan pengawas," kata dia.
Namun terkait dengan dugaan tindak pidana suap atau gratifikasi, Boyamin mengatakan bahwa KPK harus menindaklanjutinya.
"Jika ada dugaan hukum di pidana, maka tidak ada proses batal atau gugur karena dua hal yang terpisah. Karena baik Pasal 36 UU KPK berkaitan dengan melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang jadi 'pasien' KPK atau ketentuan suap atau gratifikasi, itu berdiri sendiri meskipun ruhnya pelanggaran kode etik, namun hukum pidananya berdiri sendiri dan tidak batal dan bisa diproses hukum," lanjutnya.
"KPK keras dengan orang lain, maka juga harus keras dengan dirinya sendiri, yaitu dengan dugaan korupsi yang dilakukan oleh orang-orang di dalam KPK, baik pimpinan maupun pegawainya," kata Boyamin.
Ia pun kemudian memberikan contoh AKP Suparman yang dulu pernah tersandung kasus karena diduga mengancam atau memeras saksi. "Maka dia juga dibawa ke proses hukum, demikian kalau di unsur pimpinan dan seluruh pegawai KPK sebelumnya," kata dia.
Boyamin menilai jika penegakan hukum di KPK hanya tegas di awal-awal, meskipun Dewan Pengawas merekomendasikan untuk dilakukan hukum pidana, namun nyatanya anggota yang dianggap mencuri atau menyalahgunakan barang bukti hanya dipecat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: