Kuto Gawang, Fondasi Palembang Modern yang Dilupakan dan Pentingnya Revitalisasi Kawasan Palembang Lama

Kuto Gawang, Fondasi Palembang Modern yang dilupakan, dan pentingnya revitalisasi kawasan Palembang Lama.-Foto: dok sumeksco-
Sistem pertahanan dilengkapi dengan tiga benteng eksternal dan Cerucup dari kayu unglen terbentang dari Pulau Kemaro ke Plaju, dilengkapi dengan rantai penghalang sungai, mirip sistem pertahanan pelabuhan Portugis dan Ottoman. Benteng-tersebut tersebut adalah; Benteng Menapoura di Pulau Kemaro, Benteng Mathapoura (Martapura) di hilir Plaju (Bagus Kuning) yang saling berseberangan dan saling menjadi bentangan cerucup (Tiang pancang pertahanan) dan bentangan rantai besi yang panjang. Benteng Tambak Bayo (Bamagangan) di muara sungai komering , di wilayah Plaju saat ini dan merupakan benteng terbesar dan banyak dijaga oleh orang Arab dan Orang Tiongkok yang setia kepada Kerajaan Palembang, karena memang wilayah ini banyak dihuni oleh warga asing dari Arab dan Tiongkok.
Untuk bangsa asing lainnya ditempatkan diseberang selatan kota Palembang atau keraton Kuto Gawang. Kawasan ini merupakan kawasan dagang internasional dengan banyak Loji-loji dan permukiman apung/darat yang diisi oleh pedagang: Arab, Cina, Portugis, Belanda dan Inggris, serta komunitas internasional lainnya.
Disisi barat atau hilir Keraton Kuto Gawang di isi dan dihuni oleh pemukiman warga lokal dan nusantara lainnya yang banyak membantu kelancaran dan kehidupan peradaban di Keraton Kuto Gawang. Disamping itu, Juga terdapat banyak Kompleks makam raja dan bangsawan Kerajaan Palembang, seperti; Makam Sabokingking, Makam Ki Gede Ing Suro, Makam Sultan Agung, Sangat disayangkan, dengan pertimbangan pesatnya pembangunan saat ini, ditahun 1959 lokasi bekas Keraton Kuto Gawang sudah berubah fungsi kawasan Industri PT Pusri Palembang.
Lokasi Benteng Tambak Bayo sudah berubah fungsi menjadi Kilang Minyak sejak dikuasai Belanda di tahun 1904 dan dibeberapa tahun kemudian Benteng Martapura juga dibangun Perumahan dan Langan Golf yang sekarang dimiliki oleh PT. Pertamina.
Yang lebih tragis lagi adalah Benteng Menapoura di Pulau Kemaro yang sampai saat ini dan disana dibangun kawasan wisata yang tidak ada hubungannya dengan sejarah besar Palembang, yaitu; dibangun nya kawasan wisata budaya bangsa asing berupa Kelenteng Ajaran Tridharma sejak tahun 1962 dan Pagoda besar tahun 2006.
Namun demikian, meski sisa fisik kawasan “Palembang Lama” ini telah hilang, nama Palembang Lama masih menjadi penanda kultural dan identitas masyarakat sekitar serta dalam diskusi lisan masih menyebut area ini sebagai asal mula kota Palembang modern.
Harapan kedepannya adalah agar kota Palembang Lama ini tetap lestari dan menjadi situs sejarah dan cagar budaya penting dengan melakukan revitalisasi serius yang bukan hanya merevitalisasi kawasan dan bangunan peninggalan Kolonialis, Kampung China dan Kampung Arab saja.
“Sudah saatnya Pemerintah Kota Palembang bersama akademisi dan budayawan menetapkan kawasan Palembang Lama sebagai Zona Cagar Budaya Nasional dan menjadikan Kuto Gawang sebagai bagianpenting narasi sejarah nasional.”
*) Penulis adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute
Bogor, 12 Juli 2025
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: