Negeri 1001 Malam! Kisah Pendirian Istana Megah Harun al-Rasyid Serta Majunya Ilmu Pengetahuan

Negeri 1001 Malam! Kisah Pendirian Istana Megah Harun al-Rasyid Serta Majunya Ilmu Pengetahuan

Ilustrasi--net

SUMEKS.CO - Deskripsi luar biasa tentang Harun al-Rasyid dan istananya di 1001 Malam yang sangat indah dan penuh keajaiban seolah diidealkan dan diromantisasi, namun faktanya mereka juga memiliki dasar yang kuat. 

Kekayaan yang tak terhitung jumlahnya telah mengalir ke ibu kota baru Baghdad sejak didirikan pada tahun 762 Masehi. 

Di meja istana hanya memiliki bejana emas dan perak bertahtakan permata. Istana Harun al-Rasyid adalah sebuah institusi yang sangat besar, dengan banyak kesenian, penyanyi dan sastra. 

Harun al-Rasyid memulai pemerintahannya dengan menunjuk menteri-menteri yang sangat cakap, yang menjalankan pekerjaan pemerintahan dengan sangat baik sehingga mereka sangat bisa diandalkan untuk memperbaiki kondisi masyarakat. 

BACA JUGA:Kemenangan Khalid bin Walid Pada Perang Yarmuk! Sang Ahli Taktik dan Komandan Kavaleri Terhebat Dalam Sejara

Di bawah pemerintahan Harun al-Rasyid, Baghdad berkembang menjadi sebuah kota paling indah pada masanya. Penghargaan yang dibayarkan oleh banyak penguasa kepada khalifah mendanai arsitektur, seni, dan kemewahan istana.

Harun al-Rasyid sendiri juga merupakan seorang penikmat musik dan puisi dan tak segan memberikan hadiah mewah kepada musisi dan penyair terkemuka.

Konon, Harun al-Rasyid selalu didampingi oleh penasihatnya, Abu Nawas, yang merupakan seorang penyair yang kocak akan tetapi sesungguhnya dia adalah seorang ahli hikmah atau filsuf.

Selain nama Abu Nawas, ada juga nama Ibrahim al-Maushili. Ibrahim adalah seorang musisi terkenal sekaligus menjadi orang pertama yang memperkenalkan cara mengatur ritme dan tempo dalam suatu alunan musik dengan menggunakan sebuah tongkat kecil.

BACA JUGA:Ternyata, Sebelum Membuat Tembok Ya'juj dan Ma'juj, Raja Zulkarnain Lebih Dulu Diberi Ilham Oleh Allah SWT

Bahkan, ia sanggup membetulkan satu di antara tiga puluh pemain flute yang melakukan kesalahan sepele, seperti terdapat senar kedua yang terdengar fals dalam sebuah instrumen. Saking mengagumi Ibrahim, konon Khalifah Harun al-Rasyid memberikan hadiah 150.000 Dirham kepadanya.

Nama Harun al-Rasyid layak disematkan sebagai pelindung seni dan pembelajaran yang hebat, juga terkenal karena kemegahan istana dan gaya hidupnya yang tak tertandingi. 

Beberapa cerita, mungkin yang paling awal, dari "Seribu Satu Malam" terinspirasi oleh gemerlap istana Baghdad. Karakter Raja Shahryar (yang istrinya, Scheherazade, menceritakan kisah tersebut) mungkin didasarkan pada Harun al-Rasyid.

Khalifah Harun al-Rasyid merupakan khalifah kelima dari Dinasti Abbasiyah yaitu pada 786–809 Masehi.

BACA JUGA:Siapa Mush'ab Bin Umair? Tuan Muda yang Mejadi Delegasi Islam Pertama di Madinah

Khalifah Harun al-Rasyid memerintah saat Islam tengah berada di puncak kerajaannya yang saat itu sangat megah dan mewah di Baghdad yang kemudian diabadikan dalam negeri 1001 malam.

Khalifah Harun al-Rashid tidak hanya membangun kemegahan dan kesenian, dia juga merintis institusi yang menjadi pusat segala kegiatan keilmuan.

Institusi yang dirintisnya tersebut bernama Khizanah al-Hikmah atau jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya Khazanah Kebijaksanaan.

Namun pada era Khalifah Al-Makmun memimpin, Khizanah al-Hikmah ini mulai dikembangkan menjadi akademi umum dan perpustakaan sekaligus diubah namanya menjadi Baitul Hikmah.

BACA JUGA:Si Penulis Wahyu Kepercayaan Rasulullah SAW, Zaid bin Tsabit Sahabat Muda yang Memiliki Kecerdasan Luar Biasa

Di bawah kepemimpinan Al-Makmun juga observatorium didirikan, sehingga Baitul Hikmah  telah menjadi pusat untuk studi humaniora dan ilmu pengetahuan yang terbaik pada abad pertengahan Islam, meliputi bidang matematika, astronomi, kedokteran, alkimia dan kimia, zoologi, geografi dan kartografi, filsafat, sastra, seni, tafsir, hadits, fiqih, theologi, bahasa dan tasawwuf.

Penerjemahan literatur-literatur dari India, Yunani, dan Persia dieksekusi dengan sangat serius sehingga para ilmuwan disana mampu mengumpulkan koleksi pengetahuan dunia secara masif.

Berdasarkan itu semua mereka membuat penemuan-penemuan mereka sendiri. Hingga pada pertengahan abad ke-9 masehi Baitul Hikmah telah menjadi repositori terbesar dari buku-buku dunia.

Baitul Ḥikmah merupakan perpustakaan super besar yang pernah dimiliki umat Islam di era Dinasti Abbasiyah.

BACA JUGA:Pencetakan Al Quran Pertama di Asia Tenggara! Ternyata Ada di Palembang Sejak 1848 Masehi

Baitul Ḥikmah juga sekaligus menjadi akademi publik dan pusat intelektual utama pada masa itu, sehingga Islam sangat berkembang pasat dibidang ilmu pengetahuan.

Maka dari itu menjadi tak terbantahkan apabila Baitul Hikmah dapat menjadi saksi sejarah bahwa Islam pernah menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan di dunia.

Bahkan bentuk bangunan Baitul Hikmah saja terdiri dari berbagai ruangan yang di mana setiap ruangan terdiri dari tempat buku (khazanah) yang diberi nama sesuai nama pendirinya seperti Khazanah Ar-Rasyid dan Khazanah Al-Makmun. Dan perlu diketahui bahwa bangunan ini menyatu dengan istana khalifah.

Di tengah tingginya civitas akademisi kala itu juga lahir yang namanya Kuttab (sekolah dasar menengah). Anak-anak belajar di rumah, di istana, di toko dan di pinggir-pinggir pasar. Lingkungan pendidikan begitu kuat.

BACA JUGA:Keren Boleh, Taat Wajib! Yuk Intip Tips and Trik Sederhana Biar Tetap Istiqomah, Kuncinya Sabar dan Semangat

Konon katanya, pada saat itu orang-orang yang menulis dan menerjemahkan buku diberi imbalan langsung oleh sultan sehingga penulis buku hidupnya makmur dan otomatis ilmu pengetahuan juga sangat berkembang pesat.

Sampai akhirnya pada tahun 1258 M, Baitul Hikmah dihancurkan oleh pengepungan Mongol di Bagdad, sekaligus mengakhiri zaman keemasan Islam dan meninggalkan bukti arkeologi yang relatif terbatas. 

Bangsa Mongol melakukan invasi ke Baghdad pada Januari 1258 M untuk membunuh dan meratakan apa saja.

Tentara Mongol menyembelih seluruh penduduk dan menyapu Baghdad bersih dari permukaan bumi, sehingga terdapat tumpukan kepala yang membentuk seperti gunung.

BACA JUGA:Mengejar Berkah di Akhir dan Awal Tahun, Berikut Amalan yang Bisa Dilakukan

Meski pengepungan itu berlangsung hanya dua minggu saja namun perpustakaan ini luluh lantak bersamaan dengan runtuhnya Dinasti Abbasiyah.

Diceritakan pula bahwa buku-buku dari Baitul Hikmah dibuang ke Sungai Tigris sehingga warna air sungai itu berubah menjadi hitam akibat tinta dari buku-buku tersebut.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: