Kabut Asap, Tantangan Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pendidikan
Mukhlisin, S.Si., M.Mkmt. Foto: dokumen/sumeks.co--
Salah satu faktor fundamental dari kehidupan manusia adalah pendidikan, bahkan saat ini arti penting pendidikan semakin tinggi seiring globalisasi yang berimbas kepada semua sektor. Lebih jauh, harapan besar mengenai pendidikan berkualitas, bahkan tercantum sebagai salah satu dari 17 komponen tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Sebuah komitmen global yang menyasar pada upaya peningkatan proporsi Angka Partisipasi Kasar anak-anak Indonesia.
Beragam upaya dilaksanakan dengan harapan terjadi peningkatan hasil pembelajaran. Seperti peningkatan akses pendidikan, program sertifikasi guru hingga yang terbaru adalah implementasi kurikulum merdeka. Namun demikian bila kemudian survei program for International Student Assesment (PISA) dijadikan sebagai parameter, maka dapat dikatakan kualitas pendidikan kita masih jauh tertinggal. Bagaimana tidak, data yang dirilis oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) pada tahun 2019 masih menempatkan Indonesia berada pada peringkat ke 62 dari 70 negara peserta PISA.
Secara umum, terdapat beberapa faktor pendukung dalam proses peningkatan mutu pendidikan, diantaranya adalah (1) faktor tujuan, (2) faktor guru atau pendidik, (3) faktor peserta didik, (4) faktor alat, dan (5) faktor lingkungan masyarakat.
Menyoroti kondisi terkini, khususnya di kota Palembang dan provinsi Sumatera Selatan, dimana bencana kabut asap kembali melanda. Tentulah menjadi sebuah dilema besar ditengah upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Mengingat sumber daya manusia (guru dan peserta didik) yang merupakan faktor pendukung peningkatan mutu pendidikan, mengalami gangguan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Bencana kabut asap, secara langsung akan menurunkan kualitas udara suatu kawasan. Udara yang seharusnya tidak berwarna dan berbau, dengan adanya kabut asap dapat berubah menjadi kekuningan atau menghitam hingga berbau tidak sedap.
BACA JUGA:Survei Indonesia Political Opinion, Prabowo Lebih Diunggulkan
Bencana kebakaran hutan dan lahan, terutama pada lahan gambut sering dialami Indonesia. Pada periode satu dekade terakhir, Indonesia menempati urutan ketiga dunia dalam hal pencemaran udara akibat pembakaran hutan. Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan tercatat terjadi hampir setiap tahun meskipun dengan intensitas, frekuensi dan luas arealnya berbeda. Tahun 2020 bahkan bencana ini menjadi sorotan International.
Laporan dari IQAir.com satu pekan terakhir bahkan menempatkan Kota Palembang sebagai kota terpolusi di Indonesia, dengan tingkat polusi berada pada rentang diangka diatas 190 pada pemantauan langsung pukul 12.00 WIB. Tingkat konsentrasi PM2.5 kota Palembang berada pada level 132µg/m³ yang setara dengan 26.4 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO (unduhan 30 September 2023).
Pelajar merupakan kelompok yang sangat rentan terdampak oleh kabut asap tersebut. Oleh karenanya pemerintah Kota Palembang kemudian menerbitkan surat edaran nomor 97/58/IX/2023 mengenai penyesuaian kegiatan belajar mengajar dalam jaringan sebagai dampak buruk bahaya kabut asap bagi satuan pendidikan di kota Palembang. Menilik data kemdikbud.go.id secara langsung kebijakan ini memberikan dampak terhadap 348.665 siswa/I yang ada di Kota Palembang yang kemabli harus menikmati system pembelajaran secara online. Namun demikian faktor kesehatan tetaplah harus menjadi prioritas
Kerugian yang utama sebagai dampak dari kabut asap adalah terkait penurunan kualitas kesehatan. Banyaknya muncul penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), hingga beberapa penyakit lainya seperti iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan serta dapat menyebabkan reaksi alergi. Bahkan dokter spesialis anak, Tubagus Rahmat Sentika menyebutkan bahwa kabut asap juga mempengaruhi tumbuh kembang anak hingga bisa mengalami gangguan kecerdasan (cnnindonesia.com).
BACA JUGA:Ingatkan Semua OPD Bekerja Baik dan Benar, Pemkab Banyuasin Target Kembali Dapatkan Opini WTP 2023
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah kota Palembang dengan merubah pola pembelajaran, mau tidak mau berimbas pada muatan pembelajaran yang tersampaikan kepada siswa/I di sekolah. Dalam rentang waktu lama, hal ini tentu juga akan berdampak pada kualitas pendidikan yang baru saja pulih pasca serangan bencana covid-19.
Pada akhirnya diperlukan sinergitas semua komponen dalam menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan yang menjadi pemicu kabut asap. Pemberian edukasi mengenai bahaya bencana kabut asap menjadi penting agar individu dalam masyarakat dapat menyadari risiko yang dihadapi. Disisi lain upaya peningkatan kualitas pendidikan, sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menyukseskan pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/ SDGs) tahun 2030 dapat terwujud.
Oleh : Mukhlisin, S.Si., M.Mkmt
(Mahasiswa S3, Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Semarang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: