Bidar sebagai Cermin Kekompakan Jiwa Melayu di Tanah Musi

Bidar sebagai Cermin Kekompakan Jiwa Melayu di Tanah Musi

Bidar sebagai Cermin Kekompakan Jiwa Melayu di Tanah Musi-foto:sumeksco-

Bidar, yang lahir dari budaya sungai ini, menjadi gambaran konkret dari falsafah tersebut. Ketika puluhan pendayung menyelaraskan gerak, mereka sesungguhnya sedang meniru alur sungai mengikuti arus, namun tetap menjaga arah.

Sungai Musi luas dan dalam, mampu menampung keragaman, namun tetap menyatukan semua dalam satu aliran. Setiap dentuman dayung dalam bidar seolah menjadi doa, agar kehidupan senantiasa terjaga dalam harmoni. 

BACA JUGA:Alur Lomba Aman dan Lancar, 3 Kapal KSOP Palembang Ikut Sukseskan Festival Perahu Bidar 2025

BACA JUGA:Perlombaan Perahu Bidar HUT Ke-80 RI di Sungai Komering OKI Dimulai Besok

Sungai bukan sekadar ruang geografis, melainkan simbol persaudaraan, tempat di mana manusia belajar bahwa hidup tidak bisa dijalani sendiri. Dengan demikian, Musi tidak hanya menghubungkan satu tepi dengan tepi lain secara fisik, tetapi juga menjembatani masa lalu, masa kini, dan masa depan. 

Melalui bidar, filosofi itu diwariskan dari generasi ke generasi, mengikat masyarakat Palembang pada akar budayanya sekaligus mengingatkan bahwa kekuatan terbesar selalu lahir dari aliran yang bersama-sama dijaga. 

Idham Bachtiar Setiadi menambahkan bahwa Bidar harus menjadi ranah anak muda, misalnya melalui kompetisi antar sekolah atau antar kampus, sehingga filosofi sungai ini tetap hidup dalam generasi baru.

Di balik gemuruh tepuk tangan teriakan penonton, Bidar menyisakan PR besar bagi stakeholder. 

BACA JUGA:Gubernur Herman Deru Dorong Festival Perahu Bidar Palembang Jadi Agenda Wisata Dunia

BACA JUGA:Gubernur Apresiasi Ratu Dewa, Festival Perahu Bidar 2025 Angkat Palembang ke Panggung Internasional

Bidar bukan hanya perahu panjang yang menghiasi Sungai Musi saat Agustusan, tetapi juga instrumen yang merekatkan masyarakat Palembang dengan akar budayanya. 

Dalam setiap kayuhan dayung, terselip pesan jika hidup harus dijalani dengan kebersamaan, karena tanpa kekompakan, arah akan hilang, dan tujuan tak pernah tercapai.

Namun, di tengah semangat yang membara, ada pula tantangan yang tidak bisa diabaikan. Biaya perawatan perahu dan regenerasi pendayung menjadi ujian bagi kelestarian tradisi ini. 

Kekhawatiran ini juga diperkuat oleh Prof. Dr. Zuhdiyah dari UIN Raden Fatah yang menekankan pentingnya Peraturan Daerah untuk menjamin kelestarian Bidar, agar tidak sekadar bergantung pada acara musiman  semata sebagai lomba, melainkan sebagai identitas. 

Bahwa bidar adalah cermin jiwa Melayu Palembang yang harus dipelihara dan menjadi warisan yang bukan hanya untuk dinikmati hari ini, tetapi juga untuk diserahkan kepada generasi berikutnya.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait