Rencana Beli Mobil di 2025? Jangan Lupa, Ada 7 Jenis Pajak yang Perlu Kamu Siapkan!

SUMEKSCO-  Siap-siap, para pemilik kendaraan bermotor di luar DKI Jakarta akan menghadapi aturan pajak baru yang berlaku pada 5 Januari 2025. 

Total ada tujuh komponen pajak yang harus dilunasi, termasuk dua komponen baru. Yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Kedua pajak baru itula yang bakal bikin jumlah pajak kendaraan kita jadi melonjak, karena masing-masing dikenakan sebesar 66% dari total pajak terutang.

Dengan aturan ini, mulai tahun depan, pemilik kendaraan wajib membayar pajak berikut: BBNKB, opsen BBNKB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan), biaya administrasi STNK, dan biaya administrasi TNKB.

BACA JUGA:Mulai 5 Januari 2025, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Bertambah Jadi 7 Objek, Naik Jadi 66 Persen

BACA JUGA:Makan Steak Tambah Mahal, Ini Daftar Terbaru Barang Mewah Kena Pajak 12 Persen, Januari 2025

Perlu diketahui bahwa kebijakan opsen pajak ini merujuk pada Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Kebijakan ini mencakup opsen pajak untuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Untuk kendaraan bermotor, pemungutan opsen PKB dan BBNKB akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain itu, tarif pajak akan bervariasi bergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah.

BACA JUGA:Sriwijaya FC Kedatangan 5 Pemain Baru dari Persib Bandung, 1 Punggawa Asing Diragukan, Valpoort Hengkang

BACA JUGA:Mulai 5 Januari 2025, Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Bertambah Jadi 7 Objek, Naik Jadi 66 Persen

Sebagai contoh, tarif PKB untuk kendaraan bermotor milik pertama dapat dikenakan hingga maksimal 1,2%, sementara untuk kepemilikan kedua dan seterusnya diberlakukan tarif progresif dengan batas maksimal 6%.

Untuk wilayah setingkat provinsi yang tidak terbagi menjadi daerah kabupaten atau kota otonom.

Sumber: