Geger Tembok Raksasa Tak Kasat Mata Belah Indonesia Menjadi Dua, Begini Kata Ahli

Geger Tembok Raksasa Tak Kasat Mata Belah Indonesia Menjadi Dua, Begini Kata Ahli

Geger Tembok Raksasa Tak Kasat Mata Belah Indonesia Menjadi Dua, Begini Kata Ahli--

BACA JUGA:Super Megah! Puncak Bendungan Raksasa Provinsi Sumsel Capai 950 Meter, Tingginya Setara Burj Khalifa di Dubai?

Dalam perjalanannya melintasi kawasan Nusantara dan sekitarnya termasuk wilayah yang kini mencakup Singapura, Filipina, dan Papua Nugini.

Wallace memperhatikan bahwa spesies yang ditemuinya berubah drastis melewati titik tertentu. 

Sederetan titik yang membelah 25.000 pulau antara Semenanjung Asia Tenggara dan Australia tersebut kemudian menjadi garis Wallace.

Di sisi Asia, spesies hewan yang ditemukan semuanya berasal dari Asia. 

BACA JUGA:Investor Asing Siapkan Uang Puluhan Triliun untuk Bendungan Raksasa Provinsi Sumsel, Bakal Singkirkan IKN?

BACA JUGA:Bendungan Raksasa Provinsi Sumsel Terbesar di Indonesia, Telan Biaya Lebih dari Rp3,7 Triliun, Saingi IKN?

Namun di sisi perbatasan Australia, hewan yang ditemukan merupakan campuran keturunan Asia dan Australia.

Selama lebih dari seabad, Garis Wallace yang bentuknya tidak simetris menimbulkan pertanyaan besar untuk ahli ekologi.

Alasannya, spesies Asia bisa menyeberangi garis Wallace. Namun, spesies dari Australia tidak bisa melakukan hal yang sama. 

Dalam beberapa tahun terakhir, sebuah teori baru muncul untuk menjelaskan misteri ini.

BACA JUGA:Saingi IKN, Bendungan Raksasa Provinsi Sumsel Sudah Dilirik Banyak Investor Asing, Ada Negara Penguasa Dunia?

BACA JUGA:Provinsi Sumsel Bakal Miliki Bendungan Raksasa Terbesar di Indonesia, Kalahkan Proyek Cina dan Rusia?

Sementara, melansir dari Live Science, para peneliti sekarang percaya bahwa distribusi spesies tidak merata di sepanjang Garis Wallace disebabkan oleh perubahan iklim yang ekstrem akibat aktivitas tektonik sekitar 35 juta tahun yang lalu, saat Australia memisahkan diri dari Antartika dan menabrak Asia, melahirkan Nusantara.

Dalam studi baru, yang diterbitkan 6 Juli di jurnal Science, para peneliti menggunakan model komputer untuk menciptakan simulasi efek iklim yang dipicu oleh tumbukan benua ke spesies dan habitatnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: