Ancaman Hingga Identik dengan Aksi Premanisme, Ternyata Ini Kajian Profesi Debt Collector Menurut Hukum Islam

Ancaman Hingga Identik dengan Aksi Premanisme, Ternyata Ini Kajian Profesi Debt Collector Menurut Hukum Islam

Berikut ini ulasan tentang profesi seorang Debt Collector yang identik dengan aksi premanisme menurut hukum Islam.--

Kedua, Debt Collector yang berasal dari jasa pihak ketiga diluar dari perusahaan pembiayaan atau biasa dikenal dengan sebutan mata elang alias matel.

Jika tenaga Debt Collector berasal dari internal, maka segala mekanisme perusahaan pembiayaan terkait dengan macetnya produk pembiayaan, memungkinkan untuk dilakukan. 

BACA JUGA:Selain di Palembang, Teror Debt Collector Terhadap Debitur Juga Terjadi dengan Ojol di Bandung, Ini Pemicunya

BACA JUGA:Ternyata Inilah Tiga Sosok Raja Debt Collector yang Disegani di Indonesia, Rekam Jejaknya Bikin Merinding

Sebagaimana tertuang dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 280 yang artinya:

"Bila ditemui adanya kesulitan melunasi utangnya, maka tunggulah hingga ia mudah. Dan bila kalian menshadaqahkannya, maka itu adalah lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui".

Lain halnya, apabila peran Debt Collector ini dilimpahkan kepada pihak  ketiga atau eksternal perusahaan pembiayaan.

Bisa jadi, visi dan misi perbankan tidak banyak menjadi pertimbangan oleh mereka, sebab basis kinerja Debt Collector adalah akad Istiqradl Ju’alah (penagihan dengan upah berbasis akad prestasi) qiyas dengan akad iqtiradl (mencarikan utangan).

BACA JUGA:Terungkap! Kata-Kata Ini yang Membuat Aiptu FN Kalap Hingga Nekat Melawan Debt Collector

BACA JUGA:Polemik Oknum Polisi Vs Debt Collector Palembang, Ini Pengertian Hingga Penyelesaian Perkara Wanprestasi

Sebagaimana ditafsirkan dalam Tuhfatu al-Muhtaj Syarah al-Manhaj, Juz 27, halaman 13 yang artinya sebagai berikut:

"Perkataan mushannif termasuk bagian dari akad ju’alah adalah ada seseorang yang berkata: “carikan aku utangan 100, maka kamu saya kasih 10, atau yang sebanding dengan utangan yang berhasil dicarikan. Akad seperti ini termasuk akad ju’alah sebagaimana dituturkan oleh al-Mawardi, dan al-Ruyani."

Selain itu, sebagaimana yang berlaku atas akad meminta dicarikan pinjaman (iqtiradl), maka kedua akad ini, hukum asalnya adalah boleh sebagaimana hukum kebolehan menagih utang seseorang. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah berutang dan kemudian ditagih utangnya. 

BACA JUGA:Awas! Polisi Keluarkan Surat Edaran, Akan Tindak Tegas Debt Collector Nakal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: