Menyoal Idealisme Guru

Menyoal Idealisme Guru

Fawaz Raihan Quthub --

Jujur kita akui ungkapan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa memang sulit terbantahkan. Secara epistimologi ini tidak ada yang keliru.

Tetapi banyak kasus yang menjadi viral seputar konflik guru dan orang tua murid termasuk konflik guru dan murid menandakan bhawa atribut pahlawan tanpa tanda jasa itu tidak layak bagi  tenaga pendidik yang tidak  berprilaku sebagai guru.

Seorang guru idealnya selain professional dalam mentransfer ilmu ke peserta didik, juga mampu mentransfer prilaku yang berkeadaban. Dari sisi durasi berinteraksi, hubungan guru-anak didik lebih lama dibanding  peserta didik dengan orang tua, suatu pertanda tanggung jawab moral guru lebih besar dibanding orangtua si anak didik itu.

Jika di sekolah, anak didik dipertontonkan  baik melalui verbal maupun nonverbal sesuatu yang menyimpang, maka peristiwa itu akan berproses  melalui alam bawah sadar anak didik dan kelak buahnya akan menghasilkan prilaku yang kurang baik bagi si anak tersebut. Muaranya kita gagal membentuk karakter anak bangsa yang berarti nation-state character  building  juga gagal. 

BACA JUGA: Catat! Ini Daftar Smartphone yang Layak Dimiliki, Ada Samsung Galaxy A15 dan Vivo X100 Series

Oleh sebab itu guru harus betul-betul menjaga lisannya dari ketidakbenaran. Guru tidak boleh pilih kasih terhadap sisiwa, guru tidak boleh membanding-bandingkan siswa, guru tidak boleh menunjukkan sikap lebih baik hanya pada anak pejabat dan kurang baik pada anak orang biasa.

Prilaku kolektif sekolah ini akan terekam oleh peserta didik dan akan berproses mengalir menjadi suatu cetakan tersendiri. Termasuk juga dalam hal ini Jika peserta didik masuk dengan cara-cara menyogok, maka guru telah menyemai bibit korupsi yang kelak akan sangat membahayakan.

Ketidakselarasan tentang sekolah, prilaku guru adalah diskursus yang terus bergulir dan kini menjadi tontonan viral di media sosial. 

“konflik” guru-anak didik, orang tua–guru dan bahkan konflik antar anak didik  adalah fenomena klasik.   Fakta ini untuk membuktikannya sangatlah gampang,  karena semua individu mulai dari kakek, orang tua, adik-kakak kita adalah insan yang pernah menempuh pendidikan, dan masing-masing mereka memiliki “kolase” pengalaman sendiri tentang prilaku guru.

Guru tidak bisa mengelak atas prilaku menyimpang mereka dan terekam seumur hidup oleh anak didik. Guru yang tidak pantas menyandang gelar pahlawan tanpa tanda jasa ini justru  akan mengalirkan dosa jariah ke generasi berikutnya.

BACA JUGA:Speedboat Ambulans untuk Bantu Warga, Kapolsek Air Sugihan OKI Diganjar PIN Emas Kapolda Sumsel

Semua ilmu, semua profesi adalah pisau bermata dua, ada sisi baik dan ada sisi buruk. Masalahnya  sisi buruk dari seorang guru menjadi persemaian prilaku yang tak berujung.  

Sekolah adalah tempat  persemaian kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional serta kecerdasan ketrampilan lainnya.

Jika anak didik menyaksikan ketidakadilan seperti ada siswa “istimewa” karena anak seorang pejabat, maka ini akan terekam dalam alam bawah sadar anak didik. Jika guru melarang merokok kemudian anak didik menyaksikan gurunya merokok, maka guru sudah menyemaikan virus ketidakbenaran dalam sekolah, termasuk perbedaan kasih sayang guru kepada murid berstatus sosial tinggi dengan yang tidak.

Semua ketidaksimetrian ini, buahnya akan kita panen ketika mereka dewasa dan bekerja. Tenaga pendidik idealnya selain memiliki kecerdasan untuk mentransfer ilmu kepada anak didik juga mampu menstransfer prilaku agar kelak anak-anak bangsa ini beradab dan berkeadaban.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: