Menyoal Idealisme Guru

Menyoal Idealisme Guru

Fawaz Raihan Quthub --

SUMEKS.CO - Bahwa manusia Indonesia yang terdidik atau setidaknya pernah mengenyam pendidikan semakin banyak adalah sebuah fakta yang menggembirakan.

Data menunjukkan sedikitnya 3,7 juta orang lulus SLTA setiap tahun, sebuah angka yang fantastis. Dibalik itu,  Indonesia masih bergelut dengan persoalan moral ethic yang menggerogoti kehidupan bangsa.

Sebut saja indeks korupsi Indonesia yang masih menduduki peringkat 110 dari 180 negara. Negara yang tingkat korupsinya paling rendah adalah Denmark. Indonesia tingkat korupsinya masih sangat tinggi.

Data itu sengaja penulis hadirkan karena pada hakekatnya membangun manusia adalah membangun manusia beradab dan berkeadaban. Tulisan ini menjadi aktual karena baru saja kita merayakan hari Guru pada 25 November yang lalu.

Jika kita sepakat bahwa untuk mengentaskan penyimpangan moral itu dibebankan pada dunia pendidikan maka peran dunia pendidikan Indonesia belum maksimal.

BACA JUGA:Kapolres OKU Tegaskan Netralitas Anggota dalam Pemilu 2024

Ada ketidak-simetrisan antar pembangunan sarana pendidikan dan kualitas belajar mengajar yang diharapkan mendongkrak moral ethic sehingga menjadi model peradaban bangsa.

Di hampir setiap ibukota provinsi bahkan kabupaten ada sekolah negeri yang diunggulkan bahkan walupun negeri ada yang berbayar yang nilainya lebih dari sekolah swasta.

Ada juga sekolah swasta yang diintegrasikan dengan agama yang dikenal sebagai sekolah unggulan versi swasta. Alumnus sekolah model ini sudah bertebaran di penjuru negeri, tetapi moral ethic bangsa belum terdongkrak juga. Hingga disini tidak salah juga jika mempertanyakan ketidakmampuan sekolah unggulan dan yang diunggulkan tadi dalam menyemai sebuah peradaban.

Tulisan ini akan memberikan porsi yang besar atas pembentukan moral etik di bangku sekolah. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Taugiene & Gaizauskaite tahun 2019.

Taugiene & Gaizauskaite menukilkan bahwa etika prilaku bukanlah sesuatu yg dipelajari melalui tutorial, brosur, atau workshop tetapi lebih kepada praktik dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dibatasi ruang dan waktu.

BACA JUGA: Tingkatkan Karakter Siswa, OSIS dan MPK SMA Negeri 15 Palembang Gelar Pelatihan Manajemen Kepemimpinan

Jika anak-anak melihat prilaku dan  kebiasaan buruk  selama masa sekolah, maka prilaku itu diyakini akan  berlanjut ketika mereka masuk dunia kerja. 

Guru, orang yang digugu dan ditiru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: