Komite IV DPD RI Dukung Perbaikan Moral Hazard Koperasi Melalui Perubahan Undang-Undang Perkoperasian

Komite IV DPD RI Dukung Perbaikan Moral Hazard Koperasi Melalui Perubahan Undang-Undang Perkoperasian

Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait dengan Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. --

BACA JUGA:Jadikan Ogan Ilir Sebagai Produsen Serat Daun Nanas Terbesar di Indonesia, Bupati Studi Tiru ke Philipina

Selain itu anggota yang multi pihak ini diganti, karena multi pihak tidak memungkinkan secara akademik dan empirik untuk mendorong pengembangan Koperasi.

“Selain itu DPD RI bisa mendorong lahirnya pasal yang spesisik untuk membentuk Peraturan Pemerintah yang menunjuk kekhasan masing-masing Koperasi,” jelas Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto.

Prof. Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., menyampaikan bahwa Koperasi sebagai gerakan anti kapitalis tentu saja ada pihak-pihak yang tidak senang Koperasi berkembang.

“Kita bisa mencurigai bahwa ada yang pihak-pihak yang tidak suka dengan koperasi yang terus berkembang di Indonesia, oleh sebab itu ada upaya untuk menghambat Koperasi untuk maju, salah satu cara menghambat kemajuan Koperasi adalah dengan membuat tidak jelasnya Undang-Undang tentang Perkoperasian di Indonesia sebagai dasar hukum regulasi atas Perkoperasian,” ujar Guru Besar Institut Pertanian Bogor itu.

BACA JUGA:Kejati Sumsel Terima SPDP Gembong Narkoba, Separuh Barang Bukti Digiling Tersangka dengan Mesin Cuci

Masalah gerakan Koperasi di Indonesia menurut Prof. Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., adalah masih banyak masyarakat Indonesia yang salah paham terhadap semangat awal pergerakan Koperasi.

“Oleh sebab itu karena salah paham terhadap gerakan Perkoperasian ini mengakibatkan salah urus dengan banyaknya yang campur tangan dalam pengelolaan Perkoperasian dan akhirnya hasil yang diharapkan dari gerakan perkoperasian tidak maksimal,” ucap Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB University itu.

Hj. Riri Damayanti John Latief, S.Psi., Senator dari Provinsi Bengkulu menyampaikan bahwa pasca keputusan MK yang membatalkan UU Perkoperasian tahun 2012 adalah muncul beberapa fenomena terkait dengan Perkoperasian.

“Fenomena terkait Perkoperasian saat ini adalah regulasi yang ada tidak mengatur pengawasan usaha simpan pinjam, belum mengatur tentang perlindungan konsumen, tidak mengatur adanya Lembaga Penjamin Simpanan bagi anggota Koperasi, tidak mengatur tentang sanksi pidana, belum mengatur afirmasi pada sektor riil, dan tidak mengatur kepailitan usaha simpan pinjam,” ucap Hj. Riri Damayanti John Latief, S.Psi.,

BACA JUGA:Simak 7 Desain Rumah Dua Lantai Keren Ala Luar Negeri, Cocok Untuk Pasangan yang Baru Menikah

Ir. H. Achmad Sukisman Azmy, M.Hum., Senator DPD RI dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan bahwa Koperasi tidak maju karena ada pengaturan yang salah terkait Perkoperasian.

“Berdasarkan hal itu, kita mempertanyakan keseriusan Pemerintah dalam melakukan perubahan Undang-Undang Perkoperasian ini,” ucap Senator dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Drs. I Made Mangku Pastika, MM., Senator DPD RI dari Provinsi Bali menyampaikan bahwa Koperasi di Indonesia seperti kerakap tumbuh di atas batu.

“Menurut saya yang paling menentukan disini adalah moral hazard (penyimpangan moral.red) dalam mengelola Koperasi di Indonesia,” jelas Gubernur Bali periode 2008 sampai dengan 2018 itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: