Komite IV DPD RI Dukung Perbaikan Moral Hazard Koperasi Melalui Perubahan Undang-Undang Perkoperasian

Komite IV DPD RI Dukung Perbaikan Moral Hazard Koperasi Melalui Perubahan Undang-Undang Perkoperasian

Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait dengan Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. --

JAKARTA, SUMEKS.CO - Komite IV Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait dengan Rencana Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 

Hal ini karena regulasi tentang Perkoperasian yang berlaku di Indonesia sudah tua dan perlu mengalami penyesuaian dengan kemajuan zaman.

Pernyataan tersebut sebagaimana disampaikan oleh Fernando Sinaga, S.Th., Wakil Ketua Komite IV DPD RI bahwa Undang-Undang tentang Perkoperasian sendiri telah banyak mengalami perubahan dan penyempurnaan.

“Terakhir dengan disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian pada Tahun 2012, namun Undang-Undang yang direncanakan untuk pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ini kemudian digugat oleh beberapa Lembaga, sehingga pada tanggal 28 Mei 2013 Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,” jelas Senator dari Provinsi Kalimantan Utara itu.

BACA JUGA: Kejaksaan Negeri OKI Siap Kawal Pembangunan Bersih dan Berkeadilan

Lebih jauh Wakil Ketua Komite IV DPD RI menyampaikan bahwa tahun 2015 DPD RI melalui keputusan Nomor 04/DPD RI/I/2015-2016 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian mengusulkan perubahan kepada DPR RI.

“Tanggal 1 November 2016 pemerintah dan DPR RI telah mengusulkan perubahan undang-undang Perkoperasian dan sudah masuk Prolegnas. Namun regulasi terkait Perkoperasian ini masih belum disahkan hingga saat ini, hingga muncul wacana perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang merupakan usulan dari Pemerintah,” pungkas Fernando Sinaga, S.Th.

Hadir sebagai narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) itu menghadirkan Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto, Guru Besar Universitas Indonesia dan Prof. Dr. Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec., Guru Besar Institut Pertanian Bogor yang juga merupakan Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB University.

Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto, menyampaikan bahwa regulasi tentang Perkoperasian di Indonesia tidak mendorong kegiatan produktif anggota koperasi.

BACA JUGA:LANTAK! Diterjang Angin Kencang, Tower SUTT Roboh

“Sejatinya undang-undang merumuskan untuk meningkatkan kegiatan produksi anggota, namun hal ini tidak terjadi pada UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, setelah 30 tahun undang-undang ini berjalan apakah ada Koperasi yang difasilitasi secara produktif oleh undang-undang ini? Sebagai peneliti saya tidak melihat cukup bukti bahwa undang-undang ini memberi dorongan yang sangat besar untuk kemajuan koperasi dibanding negara lain,” ucap Guru Besar Universitas Indonesia itu.

Menurut Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto, persoalan Perkoperasian di Indonesia berakar dari Undang-Undang Perkoperasian yang menjadi payung hukum kegiatan Perkoperasian di Indonesia.

Contohnya seperti pengertian Koperasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 yang menyatakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto menawarkan solusi yang bisa dilakukan DPD RI yaitu DPD RI memiliki pandangan untuk memodifikasi Pasal 1 RUU tentang Perkoperasian, bahwa Koperasi harus berbasis kegiatan produktif anggota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: