Kejati Sumsel Hentikan 5 Penuntutan Melalui Program RJ di 4 Kejari, Apa Itu RJ?

Kejati Sumsel Hentikan 5 Penuntutan Melalui Program RJ di 4 Kejari, Apa Itu RJ?

--

BACA JUGA:Heboh Pelajar Dilaporkan Karena Kritik Pemkot Jambi, Sosok Gempa Jadi Sorotan, Kejati Jambi Klarifikasi Ini

Untuk diketahui, Jaksa selaku penegak hukum memiliki wewenang di bidang penuntutan ataupun menghentikan penuntutan dengan berbagai pertimbangan hukum.

Wewenang jaksa menghentikan penuntutan telah diatur dalam Pasal 140 ayat (1) huruf a Undang-Undang RI nomor 08 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Wewenang tersebut, menjadi pedoman bagi jaksa menggunakan hati nurani, dan kebijaksanaan dalam menentukan apakah perkara yang ditangani patut atau tidak dilanjutkan dalam tahap penuntutan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, Jaksa sebelum mengambil tindakan penuntutan dapat terlebih dahulu memberikan kesempatan antara pelaku dan korban untuk bermusyawarah.

BACA JUGA:Kuatkan Alat Bukti dan Bidik Tersangka, Pidsus Kejati Sumsel Garap Petinggi Anak Perusahaan PT Semen Baturaja

Musyawarah dilakukan antara kedua belah pihak tersebut, juga menentukan penyelesaian perkara pendekatan keadilan restoratif.

Secara teknis, RJ telah diatur secara jelas syarat-syarat perkara pidana dapat dilakukan upaya penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sebagai berikut :

a.   tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana ;

b.   tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan

BACA JUGA:Update Kasus Penistaan Agama Makan Kulit Babi Lina Mukherjee, Kasipenkum Kejati Sumsel: Berkasnya Sudah P19

c.   tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. 

Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: