Literasi Digital Sektor Pemerintahan kepada ASN dan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

Literasi Digital Sektor Pemerintahan kepada ASN dan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

--

BACA JUGA:Wow, 1000 Wanita Indonesia telah Dipercantik oleh Klinik Kecantikan Ini

“ASN dan SDM di lingkungan Kemenkominfo dapat benar-benar mengedepankan sikap netralitas dan diharapkan dapat menjadi teladan, di mana tidak menunjukkan partisipasinya dalam kampanye politik dalam bertugas, agar menunjukkan sikap profesionalitas. Perlu diingat juga bahwa ASN dan SDM di lingkungan Kemenkominfo berada di bawah pengawasan negara, di mana jika pegawai melanggar peraturan negara tentu akan dihadapkan pada konsekuensi yang berlaku sesuai hukum. Oleh karena itu, diharapkan bapak dan ibu dapat fokus mendukung transformasi digital dengan cara memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat,” tutur Boni.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa ASN sedang dipantau oleh masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu menyikapi hal tersebut, terutama dalam hal jejak digital.

Apa yang dilakukan di ruang digital benar-benar harus kita pikirkan, terutama sebelum mengunggah sesuatu ke media sosial.

“Fenomena selanjutnya yang ingin saya sampaikan adalah teknologi AI, terutama mengenai risikonya seperti fake news yang benar-benar susah diidentifikasi. Perlu bapak-ibu ketahui juga Kemenkominfo sudah menghadirkan daftar isu-isu yang ramai dibicarakan publik, ASN Kemenkominfo perlu membaca ini terutama agar memahami percakapan publik agar tidak salah dalam merespons isu yang ada,” tutur Semuel.

BACA JUGA:Curi Baterai BTS, Warga Prabumulih Dibekuk

Selain itu, Semuel juga menjelaskan bahwa para ASN agar bekerja secara profesional dan jangan memihak terutama saat membuat postingan di ruang digital.

“Semua usaha ini dilakukan agar kita bisa menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman. Semoga ASN yang hadir dapat saling memberi masukan membangun agar kualitas aparatur pemerintah terus meningkat dan bisa melayani masyarakat secara maksimal,” jelas Semuel.

Di kesempatan yang sama, sambutan sekaligus membuka acara Literasi Digital Sektor Pemerintahan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkominfo oleh Sekretaris Jenderal Kemenkominfo, Mira Tayyiba, yang menyampaikan bahwa, hal negatif yang ada di ruang digital harus dihadapi dengan baik, sebagai pelayan publik kita harus merespons ruang digital secara proaktif.

“Bukan hanya dengan bisa mengoperasikan komputer, namun kita harus mempunyai kecakapan digital sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru. ASN harus menyadari posisi sebagai pelayan publik yang profesionalitasnya diukur dari layanan dan kepuasan publik di ruang fisik dan ruang digital. Saat ini United Nation Government Survey melihat 0,76 persen lebih besar daripada rata-rata government di asia tenggara. Sudah tidak ada alasan lagi bagi ASN untuk tidak memahami literasi digital,” tegas Mira.

BACA JUGA:Simak! Tips Belajar Matematika Dari Peraih Emas Olimpiade Sains Nasional

Mira juga menekankan bahwa ASN juga harus cerdas secara emosional dan kognitif serta sensor sensitivitas dalam hal melakukan filter hal apa yang pantas dan tidak diunggah di media sosial.

“Saya juga mengingatkan ASN kemenkominfo untuk menjaga netralitas, bukan hanya dalam kehidupan sehari-hari tapi juga di ruang digital. Upaya peningkatan literasi digital selanjutnya adalah esensial dengan tujuan menciptakan ruang digital yang kondusif dan positif, oleh karena itu perlu adanya kerjasama antar komponen bangsa. Kemenkominfo sebagai regulator, komunikator, akselerator terus mengupayakan literasi digital untuk meningkatkan kompetensi ASN,” jelas Mira.

Netralitas ASN dan Kultur Digital ASN dalam Perspektif Kode Etik ASN Sesi materi mengenai Netralitas ASN disampaikan oleh Perwakilan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Puadi. Dalam penjelasannya, Puadi menekankan bahwa terdapat tiga penyebab yang membuat netralitas ASN tidak dapat tercapai.

“Adanya kepentingan politik seperti irisan kekerabatan atau kesukuan yang menjadi politik identitas. Lalu digunakannya pemilu sebagai cara untuk meminta promosi jabatan. Kemudian yang terakhir adalah adanya tekanan-tekanan dari tokoh yang kuat atau bisa disebut ASN yang masuk dalam ekosistem yang tidak baik. Di luar tiga penyebab ini, upaya penegakan hukum pun belum maksimal sehingga tidak ada upaya yang membuat jera para pelaku,” tegas Puadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: