Pilwabup Muara Enim Resmi di PTUN

Pilwabup Muara Enim Resmi di PTUN

GUGAT : Ketua Tim TAPD Muara Enim (Tengah) menyampaikan gugatan Pilwabup Muara Enim tersebut digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang.--

MUARA ENIM, SUMEKS.CO – Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) MUARA ENIM oleh anggota DPRD Kabupaten MUARA ENIM tanggal 6 September 2022 lalu yang menetapkan Ahmad Usmarwi Kafaah SH, bakal berbuntut panjang.

Pasalnya, pelaksanaan dan hasil Pilwabup Muara Enim tersebut digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang oleh LSM ABRI, PROJO, GASS, BRANTAS dan SIGAP, sebagai pihak penggugat dan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim sebagai pihak tergugat.

Kelima LSM tersebut sebagai representasi masyarakat Kabupaten Muara Enim telah menunjuk kuasa hukumnya dari Tim Advokasi Pengawal Demokrasi (TAPD) Kabupaten Muara Enim, beralamat di Jln Sultan Mahmud Badaruddin II Muara Enim, Diketuai oleh Dr Firmansyah SH MH dan kuasa hukum lainnya Taufik Rahman SH MH, Hardiansyah HS SH MM, Faisoldin SH MH, Nurmansyah SH MH, Rifli Antoni SH, Cakra Jagat Satria SH.

Gugatan itu telah daftarkan Kamis (22/9) dengan Register Perkara Nomor 258/G/2022/PTUN.PLG. Objek Gugatan adalah Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 10 Tahun 2022 tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan tahun 2018-2023 tanggal 6 September 2022, yang menetapkan Ahmad Usmarwi Kaffah SH sebagai Wakil Bupati Terpilih dalam Rapat Paripurna ke XVII, dengan perolehan suara sah sebanyak 35 suara.  

BACA JUGA:Bentuk Tim Khusus Gangguan Jalur Transmisi PLN

“Pendafaran gugatan ini agak lambat karena sesuai aturan harus menempuh upaya administrasi atau keberatan lebih dulu. Dan klien kami pada tanggal 7 September 2022 sudah mengajukan surat kepada Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim, perihal Keberatan hasil Pemilihan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan 2018-2023, karena dalam waktu 10 hari tidak ada jawaban,” ujar Ketua TPAD Kabupaten Muara Enim Dr Firmansyah SH MH didampingi Taufik Rahman SH MH, Hardiansyah HS SH MM kepada awak media. 

Maka sejak saat itu, kata dia, barulah gugatan dapat diajukan ke PTUN Palembang.  Untuk merespon penolakan berbagai elemen masyarakat Muara Enim melalui gugatan dimaksudkan untuk menguji keabsahan proses pemilihan wakil bupati oleh DPRD.

“Kami berkeyakinan pemilihan itu cacat hukum. Adanya kekeliruan menentukan status hukum Jurasah SH berkekuatan hukum tetap (inkraht) merupakan penyebab timbulnya persoalan ini,” katanya. 

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 2213K/Pid.Sus/2022, lanjut Firmansyah, putusan tersebut berkekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal 15 Juni 2022 bukan tanggal 8 Juli 2022. Disisi yang lain, kata dia, ternyata surat usulan partai pengusung baru diajukan tanggal 7 Juli 2022 yang mengajukan 2  nama calon wakil bupati tersebut. 

BACA JUGA:Ditlantas Mencatat 25 Ribu Pelanggaran Lalu Lintas di Sumsel, Ini Kata Irjen Toni

Artinya surat pencalonan tersebut, sambung Firmansyah, diajukan setelah putusan H Juarsah SH berkekuatan hukum tetap. Padahal terhitung sejak tanggal 15 Juni 2022 H Juarsah SH tidak lagi berstatus sebagai Bupati Muara Enim definitif dan sejak saat itu terjadi kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersamaan.  

“Sesuai Pasal 174 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, (UU Pilkada), seharusnya dilakukan pengisian jabatan bupati dan wakil bupati secara bersamaan. Namun karena sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan, otomatis pemilihannya tidak dapat lagi dilakukan, namun DPRD tetap melaksanakannya, dan celakanya yang dipilih hanya wakil bupati saja,” terangnya. 

Lanjut Firmansyah, dasar hukum yang digunakan Pasal 176 UU Pilkada dan Surat Penjelasan Menteri Dalam Negeri Cq Sekretaris Jenderal Nomor : 132.16/4202/SJ tanggal 20 Juli 2022, perihal penjelasan pengisian Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan tahun 2018-2023 adalah kekeliruan yang fatal, seharusnya mempedomani Pasal 174 UU Pilkada. 

Oleh karena itu dirinya menilai seluruh rangkaian kegiatan mulai dari tahap pemilihan Wakil Bupati Muara Enim hingga diterbitkannya objek sengketa a quo adalah Tidak Sah dan Cacat Secara Hukum karena bertentangan dengan Pasal 174 UU Pilkada, bertentangan dengan PP No 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah provinsi, kabupaten, dan kota, dan bertentangan dengan asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB).  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: