Sambo dan Rhythm 0: Mengukur Sisi Gelap Manusia

Sambo dan Rhythm 0:  Mengukur Sisi Gelap Manusia

Olah TKP Sambo ( Foto: Liputan6)--

 Pada jam yang ketiga, pisau mulai menyentuh kulitnya. Beberapa pengunjung mulai melukai tangannya hingga berdarah. 

Ada yang menyiram kepalanya dengan air. Bahkan ada yang mengisi pistol dengan satu peluru, lalu memposisikannya memegang pistol itu dan mengarahkannya pada lehernya sendiri. 

Mata Marina berkaca-kaca. Namun dia tetap diam.

Seorang wanita kemudian memeluknya. Dan pengunjung lain yang sedari awal sebenarnya mau menolong tapi takut, mulai bergerak maju. 

Ada yang mengobati lukanya, sebagian lagi menahan pengunjung lain yang ingin berbuat lebih jahat padanya.

 Kekacauan terjadi di sana. Pengunjung terpecah. Ada kelompok yang ingin melindunginya, sebagian lain ingin berbuat lebih jauh kepadanya. Sedangkan sisanya tampaknya cuma ingin menikmati pertunjukan itu selagi bisa.

 Kekacauan itu berhenti saat kurator studio itu mengumumkan jika enam jam telah usai. 

Marina, dengan wajah, leher, dan tangan berdarah penuh sayatan pisau, mulai bergerak. 

Hal ini membuat pengunjung yang tadi berbuat jahat padanya lari tunggang langgang. Rasanya sulit menerima Marina yang tadinya hanyalah obyek yang diam, menjadi manusia aktif kembali.

Inilah yang terjadi jika manusia dihadapkan oleh kekuasaan tanpa batas dan konsekuensi. Apalagi jika yang menjadi target kekuasaan itu adalah manusia yang pasif. Diam. Tak berdaya. 

BACA JUGA:Jalani Hukuman, Mantan Kadinkes Prabumulih Kembali Tersandung Kasus Korupsi

Sisi gelap seorang manusia bisa saja menjelma menjadi kebrutalan jika menghadapi obyek seperti itu.

 Karena semua manusia memiliki limitasi masing-masing, mutlak diperlukan “pagar’ sebagai pembatas jika tidak ingin kekacauan terjadi. Berbagai aturan, hukum, terutama agama ditujukan untuk itu. Dan karenanya aturan dan sanksi yang menyertainya adalah kebutuhan dasar manusia untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya.

Kekuasaan tak berbatas sudah sering sekali menghasilkan manusia-manusia yang kehilangan hati nurani. Adolf Hitler, Timur, Qin Shi Huang, Genghis Khan adalah nama-nama pemimpin di dunia yang tercatat sejarah sebagai “pembantai” manusia. Jutaan nyawa terbunuh di tangan mereka. 

Manusia yang fitrahnya mencintai kehidupan, berubah menjadi pencinta kematian. Tidak perlu mengalami kelainan jiwa untuk menjadi manusia monster seperti itu. Cukup berikan saja kekuasaan tanpa batas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: