Artinya, setiap bulan PNS tersebut membayar iuran pensiun sebesar 10 persen x Rp 7,5 juta sama dengan Rp 750.000 per bulan.
Lalu pemerintah juga membayar iuran sejumlah Rp 750.000 per bulan untuk dana pensiun PNS tadi.
Maka jumlah dana pensiun yang dikumpulkan menjadi sebesar Rp 1,5 juta per bulan.
Dengan perhitungan masa kerja (dan penghasilan rata-rata), kita misalkan saja selama 36 tahun masa kerjanya PNS tadi mengumpulkan dana pensiun sebesar Rp.1,5 juta x 36 tahun x 12 bulan sama dengan Rp 648 juta.
Selanjutnya dengan skema fully funded, berdasarkan asumsi bahwa dana pensiun dikelola oleh lembaga tersendiri (pengelolaan investasi dan memperhitungkan risiko pasar, perhitungan anuitas dan variabel lain serta waktu pengelolaannya selama 36 tahun), maka diperoleh hasil pengelolaan menjadi sebesar Rp 800 juta.
Dari jumlah tersebut, separuhnya merupakan hasil dari iuran pribadi pegawai, sedangkan sisanya adalah iuran dari pemerintah.
Nah, dari simulasi perhitungan ini kita bisa memperoleh gambaran bahwa tidak hanya karena persentasenya saja yang dinaikkan, tetapi juga karena dasar pengalinya juga lebih besar, yaitu total penghasilan pegawai –tidak lagi hanya berdasarkan gaji pokok saja.
Lalu bagaimana dengan pembayaran kepada pensiunannya? Dari Rp 800 juta tadi maka sebenarnya pemerintah hanya “menanggung” iuran pensiun sebesar Rp 324 juta saja (yaitu setengah dari Rp 648 juta).
Jika dibandingkan dengan simulasi skema pay as you go, maka pemerintah sedikit lebih menghemat APBN untuk pembayaran dana pensiun PNS (Rp 324 juta berbanding Rp 465 juta).
Lalu berapakah yang diambil atau menjadi hak dari pensiunan dari uang Rp 800 juta tadi?
Anggap saja dengan regulasi yang ada, Rp 800 juta semua menjadi hak pensiunan.