Saya Baik-baik Saja

Saya Baik-baik Saja

Hendry Ch Bangun--

BACA JUGA:Tim Dayung PON Sumsel Bikin Video Klarifikasi Netizen Jadi Tambah Geram: ‘Kakak Minta Maaf, Kami Yang Sedih’

Waktu itu tentu saya bersikeras untuk mengambil sikap berseberangan. Melawan dan melawan. Dengan demo. Menyegel ruang kuliah di kampus. Tetap saja kekuasaan Soeharto bertahan dan  perlu banyak tahun untuk melihat kemudian Orde Baru tumbang pada tahun 1998, karena ketika menjadi mahasiswa bimbingan Sapardi Djoko Damono, saya sudah lulus tahun 1982 dan menjadi wartawan ketika terjadi Orde Reformasi. 

Tetapi apa yang dipikirkan Sapardi soal keihlasan, kesabaran itu membuat saya berpikir, kadang kita harus “rileks” melihat kehidupan yang keras. Sebagai manusia kita selalu merasa bahwa kita dapat mengatur alam.

Yakin rencana akan berjalan sesuai skenario. Lupa bahwa semua sudah ada yang mengaturnya. Silakan buat perencanaan, tetapi apa yang terjadi adalah milikNya. 

Tentu tidak pasrah. Tidak diam. Melakukan segala sesuatu yang perlu. Menjalankan tugas-tugas dan kewajiban sebagaimana seharusnya. Mengantisipasi masalah. Bekerja keras, untuk memantaskan diri menerima hasilnya. Apapun yang diberikan.

BACA JUGA:DJI Osmo Action 5 Pro Resmi Diluncurkan, Kamera Action Tangguh dengan Fitur Super Canggih

BACA JUGA:Lilik Sujandi: Pungli Bukan Sekadar Perilaku, Tapi Juga Konsep Diri dan Budaya Organisasi yang Berisiko

Saya baik-baik saja. Ada yang menuduh saya koruptor, bahkan melabelnya. Oh iya. Sejak kapan pengadilan memutuskan saya korupsi dan bisa dijuluki koruptor? Saya pun sudah melaporkan ke polisi dua orang yang menyatakan di saluran medsos mereka soal julukan ini.

Saya sudah diperiksa juga banyak saksi-saksi dan tinggal menunggu waktu orang itu ditetapkan sebagai tersangka apabila sudah gelar perkara.

Berita-berita di media massa pun sudah saya laporkan ke Dewan Pers, dan ada belasan media yang diwajibkan memberi hak jawab. Karena mereka ini memuat berita tidak terkonfirmasi, menghakimi, dari orang-orang yang menyebut diri “beretika”.

Saya heran, bikin rilis sepihak kok merasa beretika. Tidak cek dan ricek kok merasa beretika. Tidak tabayun kok merasa benar soal etika.  Tetapi saya tidak heran, 10 tahun mengurus etika di organisasi  profesi tidak berarti orang tersebut beretika. Sudah bawaan lahir barangkali.  Inilah yang disebut mati ketawa cara Rusia. 

BACA JUGA:Siaga Hadapi Bakal Bencana Gempa Megathrust, Baiknya Persiapkan 7 Benda Ini Sebelum Menyesal

BACA JUGA:Kasus Korupsi Pembangunan LRT Sumsel Rp1,3 Triliun, 34 Saksi Diperiksa Kejati Diantaranya PT Waskita Karya

Ada juga yang “disarankan” Dewan Pers untuk ditindaklanjuti dengan UU lain, artinya pidana pencemaran nama baik. Sedang saya pikirkan juga. Memenjarakan wartawan bagi saya tidak enak. Tetapi kondisi sekarang bisa menuju ke arah sana. Sebab banyak sekali wartawan yang sejak awal menulis dengan niat buruk.

Niat merusak reputasi seseorang. Tidak ada upaya konfirmasi. Mencari kebenaran dua versi, setidaknya. Jadi kalau nanti ada yang masuk bui, itu karena kemauan wartawan itu sendiri, sengaja atau tidak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: