Menuju Indonesia Cerdas, Warga Surabaya Berani Lawan Hoax

Menuju Indonesia Cerdas, Warga Surabaya Berani Lawan Hoax

Komunitas Kiprah Arek Suroboyo (KKAS) mengajak masyarakat Surabaya untuk berani melawan hoax dalam menuju Indonesia Cerdas dengan menerapkan sikap cerdas agar tidak mudah terprovokasi dengan isu hoax yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa--

Ning Diana juga menegaskan bahwa menjadi orang yang cerdas adalah sebuah kewajiban di era informasi saat ini. Ketika seseorang dalam menanggapi suatu berita tidak boleh didasari emosi. Melainkan harus menggunakan logika, dan memilah semua informasi yang didapat.

BACA JUGA:Tingkatkan Deteksi Dini, Lapas Narkotika Muara Beliti Kontrol Area Brandgang

“Jadi menjadi cerdas itu wajib, jangan sampai emosi kita mengalahkan logika kita. Jadi harus bisa cerdas dimana bisa memilih dan memilah informasi. Menciptakan manusia cerdas, kita harus dari diri kita dulu. Memilih dan memilah semua informasi, dan kita harus bisa lebih cerdas dari mereka,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama Nabilah, selaku salah satu narasumber yang pernah menjadi delegasi KKN Internasional Malaysia juga memaparkan masyarakat harus fasih terhadap teknologi.

Masyarakat yang paham akan teknologi juga merupakan salah satu sikap yang cerdas untuk bisa melawan hoax.

“Kita juga harus fasih teknologi, jangan mau diperbudak dengan teknologi. Belajar teknologi itu juga merupakan upaya cerdas untuk melawan hoaks,” ucapnya.

BACA JUGA:Jangan Anggap Remeh! Ini Khasiat Getah Tanaman Patah Tulang untuk Pengobatan Tradisional

Ia juga menghimbau untuk masyarakat bahwa kunci cerdas untuk melawan hoax adalah tidak boleh malas dalam membaca berita. Masyarakat harus memiliki sikap yang kritis dan mempertanyakan akan kebenaran suatu berita dengan mencari faktanya.

“Malas membaca dan hanya langsung klik-klik adalah perilaku yang harus ditinggalkan. Selalu budayakan membaca dan cari faktanya. Berpikir kritis untuk selalu mempertanyakan adalah kunci cerdas dalam menanggapi berita hoax yang marak terjadi,” jelasnya.

Tidak kalah semangat, Prof. Dr. Soetanto yang juga selaku budayawan dan pakar hukum, menambahkan bahwa masyarakat milenial itu bukan ditentukan dari faktor biologis dan umurnya, melainkan dari kecerdasannya.

Masyarakat harus kreatif dan berpikir kritis untuk tidak langsung percaya dan selalu mencari pembanding untuk bisa membedakan berita tersebut hoax atau bukan.

BACA JUGA:Snorkeling di Pulau Lengkuas, Belitung Bikin Mabuk dan Kecanduan!

“Perlu digaris bawahi milenial itu bukan biologis, bukan umur, tapi adalah kecerdasan. Kita disusupi sesuatu yg tidak jelas maka cara menanggapinya adalah kita harus bisa bertindak cerdas, kreatif dan critical thinking. Jadi harus selalu mencari dan mencari dan membandingkan dengan situs-situs yang lainnya. Jadi wajib berpikir kritis jangan langsung percaya akan satu portal berita,” ungkapnya.

Prof Dr. Soetanto juga menegaskan bahwa perilaku sanksi UU ITE itu sangatlah berat. Masyarakat tidak boleh langsung mengasumsikan suatu berita tanpa mengecek keasliannya dikarenakan jika ikut menyebarkan berita yang ternyata hoax, maka akan mendapat sanksi yang berat dari UU ITE tersebut.

“Stop dalam berasumsi langsung tanpa mengecek, kita baru menyadari bahwa perilaku dan tingkah laku kita mulai di lihat. Dengan munculnya UU ITE ini, kita tidak boleh langsung mengasumsikan dan menyebarkan tanpa mengecek lagi keaslian berita tersebut. Dikarenakan sanksi atau hukuman UU ITE itu keras sekali,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: