Peraih Nobel Perdamaian Diterpa Isu tak Sedap, Lecehkan Anak

Peraih Nobel Perdamaian Diterpa Isu tak Sedap, Lecehkan Anak

Uskup Belo saat acara keagamaan pada 1999 di Timor Leste. foto: Jason Reed/Reuters--

SUMEKS.CO - Tokoh perdamaian Timor Timur sebelum merdeka dari Indonesia, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo sedang mendapat pemberitaan miring. 

Media Belanda De Groene Amsterdammer mewartakan soal peraih Nobel Perdamaian Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak.  Uskup Belo -panggilan kondangnya- merupakan mantan pemimpin Keuskupan Agung Dili. Sosok Uskup Belo punya peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Timor Leste. 

Semasa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI, Keberaniannya menyerukan cara-cara damai dan rekonsiliasi mengantarnya menjadi penerima Nobel Perdamaian 1996. Namun, tokoh asal Wailakama, Timor Leste, itu diduga melakukan pelecehan seksual selama bertahun-tahun.  De Groene Amsterdammer dalam laporan hasil investigasnya yang ditayangkan dengan judul ‘What I want is apologies’ mendedahkan pengakuan para korban pelecehan Uskup Belo.

Salah satu korban -sebut saja Paulo- kini sudah berusia 42 tahun.  De Groene menggunakan nama itu sebagai identitas samaran. 

BACA JUGA:Kualifikasi Piala Asia U-20 2023, Laga Perdana Jangan Anggap Remeh Timor Leste

Paulo mengungkapkan dirinya masih berusia sekitar 15-16 tahun saat menghadiri misa Minggu pagi yang dipimpin Uskup Belo di sebuah taman di Dili yang saat itu masih menjadi ibu kota Provinsi Timor Timur.

Setelah misa itu selesai, Paulo mengaku didekati Uskup Belo.  "Dia meminta saya datang ke tempatnya," tutur Paulo.  Permintaan itu membuat Paulo merasa terhormat.  Uskup Belo adalah sosok yang dihormati dan dikenal berani melindungi pejuang Timor Leste -dahulu masih bernama Timor Timur- yang menentang pendudukan Indonesia selama periode 1975-1999.   "Saya sangat bahagia," tutur Paulo.  Pada suatu sore hari, Paulo tanpa merasa curiga sedikit pun mendatangi kediaman Uskup Belo di Dili.  Rumahnya berada di pinggir pantai dengan pemandangan laut yang indah.

Paulo menuturkan setelah malam tiba, Uskup Belo mengajaknya masuk ke kamarnya. "Uskup melepaskan celana saya, memulai kotak seksual dengan menyentuh saya," paparnya.  Sontak Paulo kaget dan bingung.  Dia tetap menginap di tempat Uskup Belo. Pagi keesokan harinya, Paulo menerima pemberian.   "Dia (Uskup Belo) memberiku uang," katanya mengenang.  Namun, pagi itu Paulo ketakutan. Dia merasa aneh setelah mengalami kejadian pada malam hari sebelumnya.  "Saya lari cepat," ujarnya. 

BACA JUGA:Kualifikasi Piala Asia U-20 2023, Awal yang ManisTimnas Indonesia, Bungkam Timor Leste 4-0

Semula Paulo menganggap Uskup Belo adalah orang baik yang selalu memberinya makan.  Namun, Paulo menyebut tokoh agama itu telah mengambil keuntungan dari situasi tersebut.  "Saya pikir ini menjijikkan. Saya tidak akan pergi ke sana lagi," katanya. Paulo mengaku memperoleh pengalaman menjijikkan itu sekali saja.  Namun, dia memilih memendam rahasia itu.  Walakin, Paulo bukan satu-satunya korban.  Ada pula Roberto -nama samaran- yang juga mengaku pernah dilecehkan Uskup Belo.  Saat ini Roberto berusia 45 tahun. Dia masih berusia 14 tahun saat menjadi korban pelecehan seksual.

Kisahnya dimulai ketika Roberto masih tinggal di kota lain. Suatu saat, di kota kelahirannya ada pesta. Orang-orang pun merasa senang karena pada saat itu Uskup Belo juga datang dari Dili. Namun, Roberto lebih asyik menikmati permainan dan musik. Ternyata Roberto menarik perhatian Uskup Belo. Syahdan, pria kelahiran 3 Februari 1948 itu meminta Roberto datang ke biara.  Roberto memenuhi permintaan itu.  Malam pun tiba, tetapi sudah cukup larut bagi Roberto untuk pulang.  Selanjutnya, Roberto mengaku diajak Uskup Belo ke dalam kamar.  Dalam kondisi lelah, Roberto pun tertidur lelap. "Uskup memerkosa dan melecehkan saya secara seksual pada malam itu," katanya. 

Pada hari selanjutnya, Roberto mengaku disuruh pergi oleh Uskup Belo saat masih pagi buta.  Menurut Roberto, saat itu hari masih gelap. "Jadi, saya harus menunggu sebelum bisa pulang," katanya.  Roberto mengaku diberi sejumlah uang yang cukup banyak pada waktu itu.  "Maksudnya untuk tutup mulut dan memastikan saya akan kembali," tuturnya. Setiap Uskup Belo datang ke kota tempat tinggal Roberto, pasti ada utusan yang menjemput bocah malang itu. Roberto pun merasa diakui dan menjadi pilihan.  "Dicintai dan istimewa," katanya.

BACA JUGA:Presiden Timor Leste dan Kepala BNPT Diskusikan Soal Teroris

Namun, akhirnya Roberto menyadari bahwa dirinya hanya menjadi pemuas nafsu.  Dia menganggap Uskup Belo sama sekali tidak tertarik kepadanya. "Kemudian ini hanya tentang uang bagi saya. Uang yang  kami sangat membutuhkannya," ucapnya. Saat Roberto pindah ke Dili, pelecehan yang dialaminya berlanjut.  Pelecehan itu terjadi di rumah Uskup Belo. Roberto mengaku sering melihat bocah-bocah yatim piatu  di kompleks tempat tinggal Uskup Belo.  Dia menduga bocah-bocah itu juga menjadi korban pelecehan. Baik Paulo maupun Roberto mengatakan ada orang bermobil membawa bocah-bocah yang diinginkan Uskup Belo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: