Petani Milenial OKI Ubah Sabut Kelapa Jadi Pupuk Organik, Hasilkan Pundi Rupiah

Petani Milenial OKI Ubah Sabut Kelapa Jadi Pupuk Organik, Hasilkan Pundi Rupiah

Novriansyah (35) seorang petani milenial Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, mampu hasilkan beras organik dari pupuk yang dibuat sendiri--

BACA JUGA:40 CPNS OKI Dibekali Nilai-Nilai Pancasila dan Kode Etik ASN

Berbekal pengalaman dan pelatihan yang telah di Ikuti selama ini, Novriansyah mampu membuat sendiri 4 macam jenis pupuk cair dan 1 macam pupuk padat dengan bahan-bahan utama yang didapatkan dari sekitar rumahnya. 

Mulai dari pupuk padat bernama kohe, pupuk cair urea, fosfat, pengganti KCL, dan pupuk PGPR. 

"Bahan pembuatan pupuk organik cair (POC) urea yaitu rumput-rumput lalu dicacah dan ditambahi dengan gula cair dan bakteri EM4 dan tunggu dipersentasikan selama kurang lebih 15 - 30 hari," jelas Novriansyah.

Lalu POC fosfat dengan bahan bonggol pohon pisang kemudian dicacah halus dan diberikan molase (gula cair) serta tambahkan bakteri EM4 secukupnya tunggu selama 1 bulan. 

BACA JUGA:Mudahkan Warga, Dinkes OKI Gelar Vaksinasi di Taman Kota

“Kalau pupuk pengganti KCL bisa diolah dari serabut kelapa dicacah lalu diberi air tambahkan juga gula cair dan beri bakteri EM4 dan fermentasi juga selama 1 bulan," sebutnya. 

Terakhir pembuatan POC PGPR agak ribet bahannya yaitu dari akar-akar bambu, akar putri malu atau akar pisang yang banyak mengandung bakteri. 

"Lalu dicampur air matang dan direndam selama 5 hari setelah dapat biangnya dapat barulah dicampur dedak yang sudah direbus dan tambahkan terasi serta campurkan dengan gula cair. Tinggal tunggu selama 15 - 30 hari baru siap disemprotkan," tuturnya. 

Dengan sistem pembuatan pupuk organik ini, dirinya dapat melakukan penghematan biaya perawatan sawah miliknya. 

BACA JUGA:Senyum Ceria Ratusan Guru Honorer di OKI Usai Dikukuhkan Jadi PPPK

Dimana seluruh pembuatan POC tersebut hanya membutuhkan molase (gula cair) dan bakteri EM4. 

"Jadi hanya dua bahan yang dibeli yaitu gula cair per liter Rp 20.000 dan bakteri EM4 per botol hanya Rp35.000. Sedangkan bahan baku lainnya bahan dari sekitar atau mudah didapat," terangnya seraya menambahkan biaya jauh lebih irit jika dibandingkan membeli pupuk kimia. 

Novriansyah berharap pemerintah ataupun pihak terkait dapat membantu dari segi pemasaran beras organik tersebut. Agar lebih banyak petani yang beralih memakai pupuk organik. 

"Kalau bisa kami ini diarahkan dimana tempat penjualan yang mau menerima beras organik dalam jumlah banyak. Serta diberikan bantuan untuk mengurus ijin untuk mendapatkan label beras organik dan Standar Nasional Indonesia (SNI)," tuturnya.(nis/ril)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: