Berbeda dengan diplomasi modern, Bizantium tidak memiliki misi diplomatik permanen. Utusan dikirim ke luar negeri untuk menangani masalah-masalah tertentu, meskipun penyelesaiannya membutuhkan waktu beberapa tahun.
Badan Intelijen Prototipe
Akses terhadap informasi merupakan inti diplomasi Bizantium. Untuk memperoleh informasi yang benar, kekaisaran mendirikan badan intelijen pertama, yang terdiri dari jaringan agen resmi dan tidak resmi (termasuk pedagang, misionaris, dan perwira militer) yang dikirim ke luar negeri. Untuk memastikan komunikasi yang aman, mereka semakin meningkatkan teknik enkripsi sandi Caesar.
BACA JUGA:Hari Ini! Peringatan 28 Tahun Kesyahidan Komandan Insinyur Pertama Brigade Al-Qassam, Yahya Ayyash
Diplomasi Multipihak Awal
Kekaisaran Bizantium menyebarkan jasa pedagang, pendeta, dan warga negara lainnya yang bepergian ke luar negeri. Semuanya bertugas sebagai diplomat Bizantium, delegasi ini mempunyai tugas untuk melapor kembali ke Konstantinopel dari perjalanan mereka.
Dengan cara ini, diplomasi Bizantium berhasil menyelesaikan tugas sulit mempertahankan kerajaan besar dengan kekuatan militer dan sumber daya keuangan yang sangat terbatas.
Hukum Internasional Awal
BACA JUGA: Dihyah Al-Kalbi, Sahabat Nabi yang Wajahnya Ditiru Oleh Malaikat Jibril Karena Ketampanannya
Bizantium menandatangani perjanjian internasional dengan suku-suku tetangganya, meskipun perjanjian ini dibuat sebagai keputusan sepihak karena kaisar mengklaim sebagai penguasa seluruh dunia.
Dalam jangka panjang, kekaisaran mendapatkan keuntungan dengan memperkenalkan hubungan yang dapat diprediksi dan legal dengan suku-suku yang sulit diatur di perbatasannya.
Bahkan ketika situasi mengharuskan terjadinya sebuah peperangan, mereka berusaha mencari pembenaran hukum seperti konsep ' perang yang adil ' (merebut kembali wilayah yang hilang atau mempertahankan kesultanan).
Pengenalan aspek hukum dalam hubungan dengan orang asing mempunyai dampak penting dalam pengembangan hubungan yang lebih beradab di Eropa dan Mediterania.
Dalam beberapa kasus, kepatuhan terhadap legalitas membatasi ruang gerak bagi orang-orang Bizantium yang sangat pragmatis, namun bahkan dalam situasi seperti ini, mereka menghindari pelanggaran aturan.
Mereka menggunakan penafsiran perjanjian yang sangat kompleks untuk membenarkan tindakan mereka sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani, menjadikan mereka ahli dalam penafsiran dan ambiguitas yang konstruktif.(*)