Biasanya warga kongsi dengan beberapa pemodal luar, dengan sistem bagi hasil.
Pembagiannya, 20 persen untuk pemilik lahan dan 80 persen bagi pemodal.
Tahun ini, masih ada beberapa titik aksi pengeboran sumur tua yang dilakukan secara sembunyi sembunyi di wilayah Rawas Ilir. Juga lokasi memasak minyak mentah di wilayah Kecamatan Rupit yang terpantau masih beroperasi.
Minyak hasil sulingan tradisional dipasarkan ke sejumlah perusahaan tambang dan kelapa sawit di wilayah Muratara dan Provinsi Jambi.
BACA JUGA:Tambang Pasir Ilegal di Kecamatan Kandis Ogan Ilir Dihentikan, Polisi Amankan Mesin Sedot
BACA JUGA:Temukan Aktivitas Tambang Minyak Ilegal di Musi Rawas, Polisi Amankan 2 Warga
Untuk tambang pasir dan batu sungai juga cukup banyak.
Setidaknya terdata 35 titik lebih di sepanjang aliran Sungai Rawas dan Rupit.
Semua tambang pasir maupun batu itu ilegal dan dipastikan tidak pernah mempunyai izin resmi.
Aktivitas penambangan pasir juga ditemukan di wilayah OKI. “Sudah banyak yang pindah dan berhenti karena hasilnya berkurang,” ucap Rico, seorang penambang pasir di Kelurahan Kedaton. Dia tahu kegiatannya illegal.
BACA JUGA:Tambang Pasir Ilegal di Kecamatan Kandis Ogan Ilir Dihentikan, Polisi Amankan Mesin Sedot
BACA JUGA:Temukan Aktivitas Tambang Minyak Ilegal di Musi Rawas, Polisi Amankan 2 Warga
Penyebabnya, mengurus izin selain lama, sulit dan juga perlu banyak keluar uang.
Itulah sebabnya rata-rata tambang pasir tidak memiliki izin. Per kubik, pasir dijual Rp60 ribu. Dalam sehari bisa 10 kubik pasir.
Kepala Bidang Penegakan Perda Dinas Pemadam Kebakaran dan Satpol PP OKI, Mantiton mengatakan, pihaknya akan kembali turun ke lapangan untuk mengecek keberadaan usaha tambang pasir ilegal.
”Kalau di Kayuagung ini ada sekitar 20 an tambang yang beroperasi di Sungai Komering,” ujarnya.