Contoh, bagi yang jadi ojek motor membawa batubara dari tambang ke lokasi pengepokan, seminggu dapat berpenghasilan Rp300-400 ribu. Cukup untuk makan sehari-hari.
Karenanya, upaya pemberantasan PETI ini jadi tidak mudah.
“Kalau kita bicara teori memang mudah. Namun aplikasi di lapangannya, banyak faktor perlu kita pikirkan sebelum mengambil langkah penyelesaian,” bebernya.
BACA JUGA:Tambang Pasir Ilegal di Kecamatan Kandis Ogan Ilir Dihentikan, Polisi Amankan Mesin Sedot
BACA JUGA:Temukan Aktivitas Tambang Minyak Ilegal di Musi Rawas, Polisi Amankan 2 Warga
Salah satunya, ucap Kapolres, jangan sampai langkah yang diambil berujung jadi konflik sosial.
Persoalan kesejahteraan masyarakat kecil yang terlibat dalam penambangan ilegal batu bara ini perlu dicarikan solusinya.
“Mereka butuh pekerjaan dengan hasil yang instant sebagai pengganti. Baru bisa dirasakan manfaatnya,” tegasnya.
Penegakan hukum menjadi upaya terakhir bila sudah tidak ada solusi yang terbaik lagi.
BACA JUGA:Tambang Pasir Ilegal di Kecamatan Kandis Ogan Ilir Dihentikan, Polisi Amankan Mesin Sedot
BACA JUGA:Temukan Aktivitas Tambang Minyak Ilegal di Musi Rawas, Polisi Amankan 2 Warga
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Muara Enim, Shofian Aripanca, mengatakan, di Muara Enim setidaknya ada 102 perusahaan tambang yang terdaftar.
“Namun yang aktif sekitar 40-an. Itu tambang besar. Kalau galian C, kami belum pernah mengeluarkan izinnya,” tutur dia.
Dari hasil pertemuan dengan manajemen PT Bukit Asam, ada beberapa kesimpulan.
Salah satunya, akan dibentuk tim teknis penyelesaian permasalahan PETI batu bara dengan melibatkan stakeholder terkait.
BACA JUGA:Tambang Pasir Ilegal di Kecamatan Kandis Ogan Ilir Dihentikan, Polisi Amankan Mesin Sedot