Terdakwa Korupsi IUP Batu Bara Lahat Rp495 Miliar Melawan, Desak Jaksa Jadikan Siti Zaleha Tersangka
Terdakwa Korupsi IUP Batu Bara Lahat Rp495 M Melawan, Desak Jaksa Jadikan Siti Zaleha Tersangka--
PALEMBANG, SUMEKS.CO - Tiga terdakwa korupsi Izin Usaha Pengelolaan (IUP) tambang batu lahat Rp495 miliar melawan, ajukan keberatan atas dakwaan hingga sebut Siti Zaleha harus ikut bertanggung jawab dalam perkara ini.
Demikian disebutkan oleh tiga terdakwa melalui masing-masing tim penasihat hukum terdakwa Misri, Lepy Desmianti, serta Saifullah Aprianto dalam sidang yang digelar Senin 18 November 2024.
Dalam uraian nota keberatan Ghandi Arius SH MH penasihat hukum Misri, menyebutkan bahwa selaku Kadistamben Lahat saat itu memerintahkan Siti Zaleha bersama Syaifullah untuk memverifikasi patok lahan perizinan batu bara.
"Sehingga PT ABS sebagai pengelola lahan melakukan kegiatan operasional pertambangan diluar wilayah perizinan," ucap Ghandi Arius penasihat hukum terdakwa Misri.
BACA JUGA:Waduh, Kasus Korupsi IUP Tambang Batu Bara Rp495 Miliar Seret Nama Mantan Bupati Lahat, Siapa Dia?
Selain itu, masih dalam uraian nota keberatan atau eksepsinya menyebutkan Siti Zuleha disinyalir turut menerima aliran dana sehingga seharusnya Siti Zaleha turut dijadikan terdakwa dalam perkara ini.
Oleh sebab itulah, lanjut Ghandi Arius meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar tidak tebang pilih dalam penetapan tersangka dalam kasus korupsi yang saat ini menjerat kliennya.
Senada juga diungkapkan tim penasihat hukum terdakwa Lepy Desmianti, bahwa adanya keterlibatan aktif dari Siti Zaleha yang berperan besar saat uang masuk kedalam rekeningnya.
--
"Siti Zaleha berperan besar uang masuk ke rekening nya menjabat kasi pengawasan dan K3L Distamben Lahat untuk memverifikasi patok tapi JPU menuduh Lepy, buktikan dulu Siti Zaleha," sebut penasihat hukum dari kantor hukum Ahmad Najemi dkk.
Sementara, Husni Chandra SH MH selaku penasihat hukum terdakwa Syaifulloh Aprianto, menilai bahwa kliennya telah dikriminalisasi sebagaimana dakwaan JPU.
Ia mencermati, dakwaan JPU jelas bertentangan dengan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara serta Undang-Undang tentang Lingkungan yang Pengadilan Tipikor Palembang tidak berwenang mengadili perkara.
Selain itu, Husni Chandra juga menganggap jumlah kerugian negara sebagaimana dakwaan JPU tidak cermat dan tidak jelas karena melebihi kurun waktu 2010-2016 yang mana padahal terjadi pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: