Budidaya Perairan Rawa di Sumatera Selatan, Potensi dan Kendala yang Dihadapi

Budidaya Perairan Rawa di Sumatera Selatan, Potensi dan Kendala yang Dihadapi

Kelompok Pembudidaya Ikan Unit Pembenihan Rakyat Delima, Desa Sukapindah, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir-foto:doksumeksco-

Tinjauan Kelompok Pembudidaya Ikan Unit Pembenihan Rakyat Delima, Desa Sukapindah, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir.

Berdasarkan data produksi perikanan dari Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa produksi perikanan (penangkapan laut dan perairan umum daratan serta budidaya) Sumatera Selatan tahun 2021sebesar391.788 ton.

Atau sekitar 2,0% dari total produksi perikanan nasional, yang menempatkan Sumsel hanyaberada di urutan 15dari 38 provinsi di Indonesia. Pasca berpisahnya Bangka Belitung pada tahun 2000 berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang PembentukanKepulauan Provinsi Bangka Belitung, tentu saja sedikit banyak berdampak terhadap produksi perikanan Sumsel khususnya perikanan payau dan laut.

Hal ini terlihat dari produksi perikanan laut Sumsel yang hanya mencapai 54.277 ton (sekitar14% dari total produksi perikanan Sumsel). Menurut Septifitri et al. (2020) yang tertuang pada Jurnal Saintek Perikanan (vol. 6 no. 1), kontribusi Bangka Belitung di sektor perikanan terhadap Provinsi Sumsel pada tahun 1999 sebesar 72%.

Untuk itu Sumsel harus terus berbenah dan menemukan alternatif sumberdaya perairan daratan yang potensial untuk meningkatkan produksi perikanan. 

Sumatera Selatan memiliki perairan rawa terutama rawa di perairan daratan yang dikenal dengan istilah rawa lebak. Dengan luas 2,98 juta ha, perairan ini sesungguhnya telah lama menjadi sumber penghidupan masyarakat Sumsel.

Tradisi lelang lebak lebung yang telah berjalan sejak zaman Sriwijaya menjadi bukti telah adanya kearifan lokal tata kelola perairan rawa di Sumsel.

Meskipun demikian, kekayaan perairan rawa ini seakan permata yang tenggelam, berbagai faktor yang menyebabkan kondisi ini, antara lain:

1. Rawa terkategori sebagai lahan suboptimal dengan karakteristik kualitas air yang kurang mendukung untuk perikanan budidaya.

2.  Hidromorfologi terutama fluktuasi muka air yang semakin tidak menentu sebagai akibat dari perubahan iklim global, mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang merupakan sumber air bagi usaha perikanan budidaya.

3. Sumberdaya ikan yang ada merupakan sumberdaya alam yang secara ekonomi masih bersifat lokal. Meskipun dari aspek ekologi, perairan rawa kaya akan ikan endemik dan asli(native) yang memiliki nilai ekologi tinggi.

4. Pemanfaatan perikanan masih dominan dari penangkapan (capture). Penggunaan alat tangkap yang membahayakan baik bagi ikan itu sendiri maupun lingkungan secara umum, secara logis telah menyebabkan penurunan jumlah dan jenis ikan rawa, namun belum adanya metode yang tepat dalam menduga stok populasinya menyebabkan belum pastinya gambaran sumberdaya ikan di lahan rawa.

5. Pencemaran terutama dari aktivitas antropogenik yang semakin berkembang di area rawa baik itu pemukiman, industri, pertanian, perkebunan dan kehutanan yang tidak terkelola dengan baik. 

6. Kurangnya perhatian terhadap keberlanjutan kearifan lokal yang mendukung kelestarian sumberdaya,

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: