Mengenal Karmin, Pewarna yang Berasal dari Kutu Daun untuk Makanan, Minuman dan Kosmetik

Mengenal Karmin, Pewarna yang Berasal dari Kutu Daun untuk Makanan, Minuman dan Kosmetik

Serangga kutu daun yang merupakan bahan pembuatan karmin, pewarna makanan.--dok : sumeks.co

SUMEKS.COKarmin merupakan pewarna yang berasal dari serangga jenis kutu daun Cochineal. Banyak digunakan diberbagai jenis makanan, minuman bahkan untuk pewarna pada kosmetik.

Tapi apakah zat pewarna satu ini aman dikonsumsi dan bagaimana jika zat ini masuk dalam tubuh manusia? Simak penjelasan berikut ini :

Karmin yang berasal dari serangga Cochineal ini memiliki nama ilmiah Dactylopius coccus costa.

Dikutip dari berbagai sumber, serangga ini masuk dalam ordo Hemiptera dan famili Dactylopiidae yang terdiri dari sembilan spesies berbeda dan biasanya tumbuh di Amerika Utara dan Selatan.

BACA JUGA:Heboh Kontroversi Halal-Haram, Pewarna Karmin Disebut Bisa Merusak Ginjal dan Hati, Benarkah?

Pastinya makanan atau minuman yang diberi Karmin memiliki warna terang dan mencolok sehingga menarik perhatian.

Sebenarnya serangga yang memiliki zat pewarna alami ini sudah dikenal sejak lama. Pertama kali ditemukan oleh Suku Maya dan Suku Aztec untuk mewarnai tekstil, obat-obatan, dan kosmetik.

Diketahui untuk menghasilkan karmin sebanyak 500 gram, diperlukan 70.000 serangga Cochineal betina.

Peru dikenal sebagai negara penghasil karmin terbesar di dunia dengan produksi mencapai 70 ton  per tahun. Menguasai 95% pangsa pasar internasional.

BACA JUGA:Pakai Karmin Warna Merah Makanan dan Minuman Lebih Natural

Zat pewarna dari serangga Cochineal diketahui sampai saat ini masih digunakan pada beberapa produk, seperti makanan, minuman, produk perawatan tubuh, dan kosmetik.

Majelis Ulama Indonesia bahkan sudah menjelaskan tentang beberapa jenis makanan yang mengandung pewarna karmin. Yakni es krim, susu, yoghurt, makanan ringan, dan lainnya yang biasanya memiliki unsur warna merah.

Tak hanya makanan dan minuman tetapi digunakan untuk produk perawatan tubuh atau kosmetik, seperti shampo, lotion, eyeshadow, lipstik, dan sebagainya.

Nah untuk mendapatkan pewarna makanan nantinya kutu daun Cochineal dikumpulkan, dibersihkan kemudian dikeringkan. Setelah itu barulah dihancurkan dengan mesin menjadi bubuk warna merah tua.

BACA JUGA:TERUNGKAP! Penggunaan Pewarna Karmin untuk Produk Pangan Telah Digunakan Sejak Abad ke-15

Walaupun penggunaan serangga Cochineal biasa digunakan oleh beberapa negara tetapi di Indonesia sendiri muncul kontroversi terkait penggunaannya.

Keputusan yang dikeluarkan tersebut menyatakan bahwa zat karmin sebagai bahan makanan dan minuman yang sifatnya haram dalam Islam.

Namun pihak Majelis Ulama Indonesia menetapkan bahwa pewarna makanan atau minuman yang berasal dari serangga Cochineal (karmin) tersebut hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Hal tersebut diperkuat dari penetapan hukum pewarna makanan karmin dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011.

BACA JUGA:Selain Yogurt dan Yakult, Berikut 10 Produk Berbahan Pewarna Karmin yang Saat Ini Jadi Kontroversi

Dalam fatwa tersebut berisi tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal yang sekaligus memberi keterangan bahwa serangga tersebut tidak berbahaya dan halal karena masuk kategori serangga yang darahnya tidak mengalir.

Jadi kesimpulannya menurut MUI penggunaan serangga Cochineal sebagai pewarna makanan atau produk lainnya itu adalah halal dan tidak membahayakan manusia.

Mengingat bahan tambahan pada pewarna alami tersebut menggunakan bahan dari hewan, maka dipastikan bahwa bahan berasal dari hewan halal yang juga diproses secara halal.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: