Tolak Dijajah, Suku Kubu Pilih Menetap di Hutan, Keturunan Kubu Lebar Tapak dari Pagaralam

Tolak Dijajah, Suku Kubu Pilih Menetap di Hutan, Keturunan Kubu Lebar Tapak dari Pagaralam

Suku anak dalam konon keturunan laskar kerajaan Jambi dan kesultanan Palembang, paska perang menetap di hutan. Tampak tiga warga SAD. foto: zulqarnaen/sumeks.co--

SUMEKS.CO - Suku Anak Dalam (SAD), lebih dikenal Suku Kubu satu dari sekian banyak suku di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan

Dikutip dari laman Sumatera Ekspres online, Suku Kubu, hidup berpindah. Mereka memilih menjauh dari hiruk pikuk dunia.  Mereka menyebar setidaknya pada dua Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Musi Rawas (Mura), dan Muba.

Upaya pembinaan untuk mengajak mereka hidup bermasyarakat pun dilakukan. Seperti di Muratara, sempat ada sekitar 75 anak-anak dari SAD yang bersekolah. Semangat mereka luar biasa.

Difasilitasi mes yang berlokasi di wilayah Kecamatan Rupit. Tapi, usai momen pandemi Covid-19 melandai, selesai pula aktivitas di sana. Anak-anak itu dipulangkan ke orang tua masing-masing.

BACA JUGA:Suku Anak Dalam di Jambi Sudah Sangat Membaur, Sosok Berjasa Tumenggung Tarib Diungkap Selebgram Cantik Ini

Di mess, tinggal dua petugas keamanan, Irsad dan Taap, yang kesehariannya menjaga lingkungan itu. 

Jafarin, kepala suku SAD Muratara sekaligus Ketua Adat Desa Sungai Jernih, Kecamatan Rupit, menuturkan, SAD atau Suku Kubu hanyalah salah satu sebutan suku yang berada di wilayah Provinsi Sumsel. Banyak nama lain.

"Ada yang menamakan Kubu Rawas, Kubu Muntai atau Anak Rimba Rayo,” bebernya.

Dulu, mereka biasa nomaden (hidup berpindah-pindah, red). Saat ini, sebagian warga SAD sudah mulai membaur di tengah masyarakat.

BACA JUGA:Juliana, Perempuan Pertama dari Suku Anak Dalam Pendampingan Baznas Kuliah Sampai ke Perguruan Tinggi

Jafarin mengisahkan, mereka merupakan keturunan langsung dari Kubu Lebar Tapak. Lalu ada yang pindah ke Tanjung Atap Payo Buluh, Kabupaten Ogan Ilir. Juga ada yang dari Kelurahan Cambai, Prabumulih.

Puyang mereka dulu enggan dijajah. Memilih lari ke dalam hutan. Sedangkan kerabat lain memilih bertahan di wilayah Tanjung Atap Payo Buluh, Ogan Ilir.

“Saya sudah pernah silaturahmi ke sana. Masih banyak kerabat kami di Ogan Ilir dan Prabumulih. Tapi mereka sudah membaur dan sulit dibedakan dengan masyarakat biasa,” jelasnya.

Untuk menjaga tradisi, Jafarin dan SAD lain berencana membetuk kampung adat di Muratara. Informasi darinya, di wilayah kabupaten itu ada sekitar 2.000 kepala keluarga (KK) SAD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: