GP Farmasi Optimis Obat Sirup Dapat Kembali Dikonsumsi dengan Adanya Kolaborasi dan Transparansi dari Berbagai

GP Farmasi Optimis Obat Sirup Dapat Kembali Dikonsumsi dengan Adanya Kolaborasi dan Transparansi dari Berbagai

--

JAKARTA, SUMEKS.CO –Tiga bulan berlalu sejak mencuatnya kasus cemaran terhadap obat sirup yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia, dimana hingga 13 Desember 2022 tercatat 324 kasus AKI/GGAPA dengan 200 kasus meninggal dunia.

Prihatin akan terjadinya insiden tersebut, Selasa (20/12) Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menggelar Bincang Pagi : Kembalinya Obat Sirup yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita, untuk bersama-sama memahami perkembangan kasus obat sirup dan mengajak seluruh pihak berkolaborasi agar masyarakat dapat segera mendapatkan akses atas obat sirup yang aman berkualitas dan berkhasiat.

Hadir sebagai pembicara Ketua Umum GPFI, Tirto Koesnadi, MBA., Direktur Eksekutif GPFI, Drs. Elfiano Rizaldi, dan Sekretaris Jenderal GPFI, Andreas Bayu Aji sebagai moderator.

Disampaikan oleh Tirto Koesnadi, Ketua GPFI dalam sambutannya bahwa kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

BACA JUGA:Dua Pelaku Penimbunan BBM Ilegal Diamankan

Industri farmasi nasional memproduksi 90% dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi dan berbagai produk obat lainnya, namun kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup saja, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industry farmasi lainnya.

Hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah.

Padahal selama ini pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat diantara negara Asia, karena BPOM yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional, yang selama ini telah memastikan kualitas dan keamanan sistem dan proses dan kualitas Industri Farmasi sesuai dengan panduan lazim standar internasional.

Industri Farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM.

BACA JUGA:Punya Visi Kuat, Dirut BRI Sunarso Raih Penghargaan Leadership Excellence Award

Ditengan pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal. Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG.

Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga  PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isi nya telah dicampur EG. 

Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.

GPFI menegaskan bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirup, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri Farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: