DME: Distorsi Meritokrasi Energi? Perspektif Dimetil Eter (DME) Kandidat Suksesor LPG

DME: Distorsi Meritokrasi Energi?  Perspektif Dimetil Eter (DME) Kandidat Suksesor LPG

Kampus Unsri Palembang--

Perspektif teknologi proses saja sudah mengundang banyak argumentasi. Belum lagi masalah penyesuaian kualitas produk dan benchmarking dengan LPG yang sudah ada standar dan pakem sendiri di kalangan Masyarakat. Menurut salah salah hasil riset di BPPT bahwa, kondisi optimal pembakaran DME apabila masih dicampur dengan LPG dengan rasio optimal 30 : 70 dalam volume tabung LPG 3 kg.

Belum lagi harus ada penyesuaian kompor pas dan sparepart kompor gas yang ada di pasaran saat ini. Sisi positifnya jelas, mengundang lebih banyak riset dan studi mengenai utilisasi DME menjadi bahan bakar pengganti LPG. Tetapi akselerasi riset di sisi hilir ini sangat tergantung dengan komitmen produksi DMe di sisi hulu. Jangan sampai cita-cita untuk memproduki DME sendiri kandas di tengah jalan jalan dan digantikan dengan metode shortcut yaitu kembali membuka kran impor DME.  

Masalah ini belum selesai satu episode. Sudah muncul polemik baru, penggunaan Kompor Induksi Listrik yang dicanangkan oleh PT. PLN sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian BUMN. Program ini diklaim PLN dapat mengurangi impor LPG yang memang akan dihentikan seluruhnya sejak 2030 mendatang.

Dari hasil penelitian PLN, penggunaan kompor listrik terbukti lebih hemat dibandingkan dengan gas untuk kebutuhan memasak. Dengan kata lain, PLN siap mendukung program konversi kompor induksi karena cadangan daya yang telah lebih dari 30% di hampir seluruh sistem kelistrikan PLN. Asal ada satu syarat ,  bahwa untuk golongan masyarakat dengan daya listriknya 450-900 VA bisa menaikkan dayanya menjadi 2.200 VA. PLN dapat saja menggratiskan biaya penambahan daya bagi masyarakat golongan bawah. Pasalnya, konsumsi daya listrik untuk memasak menggunakan kompor tersebut cukup besar. 

Di lain sisi, Dewan Energi Nasional (DEN) terus berupaya untuk menggenjot konversi dari kompor LPG ke kompor induksi. Salah satunya dengan rencana membagikan kompor listrik induksi beserta alat masaknya secara gratis pada tahun 2022. PLN menargetkan 1 juta kompor listrik akan digunakan masyarakat pada tahun 2022 ini.

Meski demikian, realisasi penggunaan kompor listrik saat ini masih jauh dari target. Setidaknya hingga Mei 2021, produsen yang telah memproduksi dan melakukan penjualan kompor listrik induksi secara bebas baru mencapai sekitar 100 ribu kompor. 

Dari sisi penggunaan, kompor induksi juga diklaim lebih murah dibandingkan dengan kompor elpiji. Hasil uji coba menunjukkan, untuk memasak 1 liter air menggunakan kompor induksi 1.200 watt hanya memerlukan biaya Rp158. Sementara itu, memasak air menggunakan kompor dengan bahan bakar Elpiji tabung 12 kilogram mengeluarkan biaya sekitar Rp176.

Apabila nanti realisasi DME sebagai suksesor LPG dalam waktu dekat akan terjadi justru dilema ketika masyarakat dihadapkan oleh pilihan yang sulit antara mengganti kompor gas berbahan bakar DME atau justru mengganti kompor gas dengan kompor induksi. Dua pilihan tersebut harus dicermati seluruh stakeholder agar jangan sampai ada distorsi di kalangan masyarakat selaku pengguna awam yang tidak punya pilihan selain menaati aturan yang berlaku walau secara opportunity cost masyarakat seharusnya ada pilihan yang benar-benar sesuai dengan pola konsumsi energi secara reguler. 

Semoga kebijakan kebijakan yang akan diberlakukan oleh pemerintah di bidang energi khususnya diversifikasi energi bukan semata mata hanya didasarkan oleh konflik kepentingan antara pihak-pihak yang menempatkan posisi sebagai solution maker, tapi lebih elok duduk bersama mengkaji dan menelaah apa yang menjadi kebutuhan sesungguhnya masyarakat Indonesia beragam dan berbhinneka ini. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: