Banner Pemprov
Pemkot Baru

Gaya Komunikasi Pejabat Publik dan Peran Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik di Indonesia

Gaya Komunikasi Pejabat Publik dan Peran Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik di Indonesia

Menkeu Purbaya heran pertanyaan wartawan soal Cawapres. --

Irna Agustine, S.I.Kom., CPC, CRBC, PC®️ dan Prof. Isnawijayani, M.Si., Ph.D.

Mahasiswa dan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma.

Di era disrupsi digital, media sosial bukan lagi sekadar platform hiburan, tetapi telah menjadi arena politik yang krusial.  Pejabat publik di Indonesia, dari tingkat pusat hingga daerah, kini memiliki ruang komunikasi langsung dengan masyarakat melalui berbagai platform, seperti Twitter (X), Instagram, dan TikTok.

Transformasi ini membawa perubahan signifikan dalam gaya komunikasi mereka, yang secara langsung memengaruhi pembentukan opini publik.

BACA JUGA:Ini Jadwal NIP PPPK Paruh Waktu Keluar, Cek Melalui Mola BKN

BACA JUGA:Pemkot Palembang dan BKN Regional VII Wujudkan ASN Profesional Lewat Manajemen Talenta

Opini ini akan meninjau bagaimana gaya komunikasi pejabat publik di Indonesia memanfaatkan media sosial dan dampaknya terhadap persepsi masyarakat. 

Pergeseran Paradigma Komunikasi

Dahulu, komunikasi pejabat publik didominasi oleh media massa konvensional, seperti televisi dan koran. Pesan disampaikan secara formal, terstruktur, dan melalui saluran satu arah. Namun, kehadiran media sosial mendobrak sekatsekat tersebut. Pejabat kini bisa berinteraksi secara real-time, menunjukkan sisi personal, dan menyampaikan pesan yang lebih santai. Terdapat beberapa pola yang menonjol dari gaya komunikasi pejabat publik di Indonesia saat ini: 

1. Gaya Humanis dan Populis: Banyak pejabat, terutama kepala daerah, yang menggunakan media sosial untuk membangun citra dekat dengan rakyat. Mereka mengunggah konten yang menunjukkan interaksi langsung dengan masyarakat, kunjungan ke desa, atau momen kebersamaan. Gaya ini berhasil menciptakan kesan "merakyat" dan empatik, yang bisa meningkatkan popularitas dan kepercayaan publik.

BACA JUGA:Hasil Pertandingan SFC Vs Persekat Tegal Sempat Keos Diujung Laga, Suporter Teriak Mafia Usai 2 Kartu Merah

BACA JUGA:Pameran Prangko dan Jumpa Museum, Strategi Palembang Dongkrak Kunjungan ke Museum SMB II

2. Gaya Teknokrasi dan Blusukan: Sebagian pejabat memilih gaya yang lebih fokus pada pencapaian kinerja. Mereka membagikan data, progres proyek, atau kebijakan baru secara lugas. Namun, ada juga yang menggabungkan pendekatan ini dengan konten blusukan untuk menunjukkan bahwa mereka memahami permasalahan di lapangan. Gaya ini sering kali menimbulkan perdebatan, terutama jika dianggap hanya pencitraan tanpa substansi.

3. Gaya Provokatif dan Kontroversial: Tidak jarang pejabat publik memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan pernyataan yang kontroversial atau provokatif. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian publik, memicu perdebatan, dan menguasai narasi. Meskipun efektif dalam mendapatkan sorotan, gaya ini berisiko menimbulkan kegaduhan dan merusak reputasi jika tidak dikelola dengan baik.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait