Di lokasi ini, para jemaah mengenakan pakaian ihram, melaksanakan salat sunah ihram dua rakaat, lalu melafazkan niat:
نَوَيْتُ الْحَجَّ وَأَحْرَمْتُ بِهِ ِللهِ تَعَالَى
Nawaitul hajja wa ahramtu bihi lillahi ta'ala
Artinya: "Aku berniat haji dan berihram karena Allah Ta’ala."
Sebagian jemaah Indonesia berniat haji dan umrah sekaligus (tamattu’), dengan lafaz:
نَوَيْتُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ وَأَحْرَمْتُ بِهِمَا لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitul hajja wal 'umrata wa ahramtu bihima lillahi ta'ala
Artinya: "Aku niat melaksanakan haji dan umrah dan berihram karena Allah Ta'ala."
Setelah niat, larangan-larangan ihram mulai berlaku, seperti larangan memakai wewangian, memotong kuku atau rambut, berhubungan suami-istri, dan lainnya.
Keabsahan niat haji /umrah/ihram di bandara Jeddah sebagai tempat miqat telah ditegaskan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak 28 Maret 1980 dan dikukuhkan kembali pada 19 September 1981.
MUI memutuskan bahwa jemaah dapat mengambil miqat di bandara tersebut, khususnya jika belum sempat berniat ihram haji di dalam pesawat.
Selain itu, ada pula Masjid Tan’im yang dapat dijadikan lokasi miqat, terutama bagi penduduk Makkah atau jemaah yang tinggal di sana.
Masjid ini menyimpan sejarah penting, karena pernah menjadi tempat miqat Sayyidah Aisyah RA saat melaksanakan umrah setelah haid, sebagaimana diperintahkan Rasulullah SAW.
Larangan dan Ketentuan Ihram
Saat sudah berniat dan mengenakan pakaian ihram, berlaku sejumlah larangan bagi jemaah, baik laki-laki maupun perempuan. Di antaranya: