"Akan terus mengawal jalannya proses hukum yang dilaporkan oleh klien kami. Kami juga sampaikan agar ini mendapatkan atensi khusus baik dari kepolisian maupun dari instansi terkait,” ujar Ryan.
Adapun yang dilaporkan, kata Ryan, yakni UU Perlindungan Anak.
“Tidak dibenarkan terjadinya tindak kekerasan terlebih di lembaga pendidikan seperti pesantren," ungkap Ryan.
Terpisah, M Novel Sua SH selaku kuasa hukum Yayasan Ma'had Izzatuna Al-Islami sekaligus kuasa hukum terlapor menyerahkan sepenuhnya penanganan hukum kasus ini kepada penyidik.
BACA JUGA:Peringati Hari Santri, Menteri Agama Yaqut Ungkap Pentingnya Aksara Pegon
"Awalnya sempat terjadi mediasi dengan beberapa item seperti minta agar dikeluarkan surat pindah sekolah dikabulkan,” terang Novel saat dikonfirmasi Jumat malam.
Namun, setelah itu, tambah Novel, itemnya ditambah lagi dengan meminta ganti rugi biaya pengobatan hingga membayar jasa pengacara yang dibebankan ke kliennya.
“Dan tentu klien kami keberatan dengan klausul tersebut. Terkait tuduhan anak klien kami telah melakukan tindak penganiayaan silakan saja. Apabila nantinya dari hasil visum memang benar terdapat luka akibat tindak pemukulan oleh anak klien, pihaknya siap menanggung seluruh biaya pengobatan yang telah dikeluarkan,” beber Novel.
Namun, Novel sangat menyayangkan kenapa kejadian yang menurut pengakuan pelapor terjadi pada 7 Agustus 2022, justru baru diviralkan pada 25 Oktober 2022 yang bertepatan dengan Hari Santri Nasional.
“Atau berita viral itu lebih kurang 1,5 bulan pasca kejadian,” tutup Novel.(*)