Dapat Julukan Baru, Agus Buntung Didakwa 12 Tahun Penjara, dalam Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual

Dapat Julukan Baru, Agus Buntung Didakwa 12 Tahun Penjara, dalam Sidang Perdana Kasus Pelecehan Seksual--
Ia juga mengaku kerap mengalami ancaman dan bullying dari sesama tahanan.
“Saya merasa hak-hak saya sebagai penyandang disabilitas tidak terpenuhi. Fasilitas yang dijanjikan ternyata tidak sesuai, dan saya mengalami masalah kesehatan akibat kondisi ini,” keluh Agus, sambil meringis-ringis.
Kuasa hukumnya mengajukan penangguhan penahanan menjadi tahanan rumah atau kota, mengingat kondisi Agus yang memerlukan pendampingan profesional.
Namun, JPU sebelumnya telah menolak permintaan tersebut, dan keputusan kini berada di tangan majelis hakim.
Drama semakin memuncak ketika ibunda Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padni, pingsan di halaman pengadilan usai sidang. Kepala bagian belakangnya terluka akibat terbentur paving blok, diduga karena tekanan psikologis dari situasi yang dialaminya.
BACA JUGA:Fakta Baru! Diam-diam Agus Buntung Lecehkan Korbannya di 3 Lokasi Berbeda, Total Ada 49 Reka Adegan?
BACA JUGA:Momen Agus Buntung Nampak Tak Terima Diteriaki Bajingan oleh Warga, Saat Rekonstruksi di Taman
Ia segera dibawa ke RSUD Bhayangkara Mataram untuk mendapatkan perawatan.
Reaksi Publik dan Pengamat Hukum
Kasus Agus Buntung memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan pengamat hukum.
Kukuh Dwi Kurniawan, SH., S.Sy., MH., seorang dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menekankan bahwa asas hukum Equality Before the Law harus diterapkan secara konsisten.
Meskipun Agus adalah penyandang disabilitas, status tersebut tidak menghapus pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan.
“Semua orang setara di mata hukum. Disabilitas fisik tidak bisa menjadi alasan untuk menghindari hukuman, kecuali terdapat alasan pemaaf yang sah,” ujar Kukuh.
Ia menambahkan bahwa kasus ini adalah pengingat pentingnya perlakuan adil di dalam sistem hukum, tanpa mengesampingkan perlindungan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas.
Namun, di media sosial, respons publik terhadap kasus ini bervariasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: