Rupiah Diprediksi Makin Anjlok, Momok Krisis Moneter 1998 Menghantui?

Rupiah Diprediksi Makin Anjlok, Momok Krisis Moneter 1998 Menghantui?

Nilai rupiah diprediksi akan berpotensi terus melemah dalam waktu dekat -ilustrasi-

Meskipun rupiah mengalami pelemahan, Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

BI juga berharap bahwa peningkatan ekspor dan masuknya modal asing dapat mendukung penguatan rupiah dalam waktu dekat.

BACA JUGA:Begini Cerita Warga yang Tinggal di Dekat Rumah Otak Pelaku Pembunuhan yang Kubur dan Cor Pegawai Koperasi

BACA JUGA:Babak Pertama Timnas Garuda U-16 Sudah Unggul Telak 4-1 Atas Laos

Mengenai kekhawatiran yang saatini menjamur di masyarakat mengingat dapat memungkinan terulangnya krisis moneter 1998 di Indonesia saat ini (2024) masih sulit dipastikan.

Meskipun terdapat beberapa kesamaan antara kondisi saat ini dengan kondisi sebelum krisis 1998, terdapat juga beberapa perbedaan penting yang dapat memitigasi risiko terjadinya krisis.

Perbandingan kondisi rupiah saat ini (2024) dengan tahun 1998 pada saat Krisis Moneter dimulai dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok dari Rp2.500 per dolar AS di awal tahun menjadi Rp16.800 per dolar AS di akhir tahun. 

Hal ini merupakan penurunan nilai tukar yang drastis dan menjadi penyebab utama krisis moneter.

BACA JUGA:Ombudsman Akan Umumkan Saran Korektif, Terkait Kebenaran 80 Persen Kecurangan Proses PPDB SMA Jalur Prestasi

BACA JUGA:Universitas Bina Darma Tandatangani MoU dan MoA dengan PT Galaksi Investasi Harapan

Per 27 Juni 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 16.458 per dolar AS. Dibandingkan dengan awal tahun 2024, rupiah telah melemah sekitar 6,4 persen. 

Meskipun rupiah mengalami pelemahan, penurunannya tidak sedrastis seperti pada tahun 1998.

Krisis moneter 1998 dipicu oleh berbagai faktor, krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia Tenggara menyebabkan investor asing menarik modalnya dari Indonesia, sehingga permintaan dolar AS meningkat dan0 rupiah melemah.

Banyak perusahaan swasta Indonesia memiliki utang luar negeri dalam bentuk dolar AS. Ketika rupiah melemah, biaya utang mereka menjadi lebih tinggi dan banyak perusahaan yang bangkrut.

BACA JUGA:Berkas Perkara Pegi Setiawan Ternyata Belum Lengkap, Bakal Dikembalikan Tim Jaksa Kejati Jawa Barat?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: