Negarawan Sejati, Brawijaya V Pilih Mualaf Demi Hindari Pertumbuhan Darah
Raja terakhir Majapahit itu menyerahkan kekuasaan kepada Raden Patah, ketimbang melakukan perlawanan, yang dipastikan akan menumpahkan nanyak darah.--
Situasi tegang bercampur sedih, bingung, saat Sabdo Palon dan Ayo Genggong angkat bicara di hadapan Prabu Brawijaya, Sunan Kalijaga dan seluruh yang hadir. Mereka mengucapkan sebuah sumpah, 500 tahun kemudian mereka berdua akan kembali.
Inilah ia lantas dikenal dengan jangka Sabdo Palon Noyo Genggong oleh masyarakat Jawa sampai sekarang.
Sang Prabu Brawijaya diam, tak bergerak, tinggal beberapa orang yang ada di depannya. Beberapa pasukan Bhayangkara yang memutuskan untuk setia tetap mengiringi Sang Prabu.
Tanda penyerahan tahta kepada Raden Patah, Prabu Brawijaya V melepaskan mahkota beserta pakaian kebesaran sebagai raja.
Simbolisasi rambut Prabu Brawijaya dipotong oleh Sunan Kalijaga. Sang Prabu kembali ke Trowulan. Setibanya di Trowulan melambangkan kembalinya stabilitas negara bergiliran para putra Prabu Brawijaya datang ke Trowulan.
Prabu Brawijaya telah mengetahuinya dari Sabdo Palon dan Noyo Genggong, kelak dari keturunannya akan lahir raja-raja besar di Jawa dinasti Raden Patah.
Panembahan Senopati Ing Ngalogo Mataram akan tampil ke muka, menggantikan keturunan penting Panembahan Senopati. Inilah pendiri Kesultanan Mataram Islam, yang sekarang terpecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta Mangkunegaran.
Kepada Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya perwasiat agar di pusara makam kelak tidak dituliskan nama atau gelarnya. Sunan Kalijaga melaksanakan wasit itu. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: